topmetro.news – Satu dari tiga saksi yang dihadirkan tim JPU yakni Syawaludin, staf di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Mandailing Natal (Madina), Senin petang (27/1/2020), di Ruang Kartika Pengadilan Tipikor Medan, menyebut nama Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution sebagai yang mengetahui persis pelaksanaan proyek.
“Kalau Pak Bupati tahu lah tentang pekerjaan paket obyek wisata di Taman Sirisiri Syariah (TSS) dan Taman Raja! Batu (TRB), Kabupaten Madina. Di lapangan Pak Bupati juga ikut naik di atas alat berat beko untuk mengarahkan operator alat berat. Bahkan beberapa kali para istri SKPD ikut memasak di dapur umum,” tegasnya menjawab pertanyaan tim penasihat hukum (PH) terdakwa dimotori Dr Adimansar.
Baik Syawaludin maupun dua staf lainnya di Dinas PUPR Madina Abdul Kholik Nasution dan Mujakiruddin membenarkan, meluapnya DAS Sungai Batang Gadis akibat banjir bandang yang pernah terjadi di Madina, menyebabkan rusaknya sejumlah fasilitas seperti tembok hasil pekerjaan proyek taman wisata. Hanya saja saksi mengaku tidak mengetahui apakah banjir bandang tersebut merupakan bencana daerah atau tidak.
Tidak Sesuai Mekanisme
Sebelumnya tim JPU mencecar ketiga saksi tentang proses pekerjaan proyek yang tidak sesuai dengan mekanisme. Terungkap di persidangan, pagar sepanjang 76 dikerjakan sebelum paket pekerjaan diketuk palu (disetujui menjadi APBD Kabupaten Madina-red).
“Seharusnya dilakukan dulu pengajuan Harga Perkiraan Sementara (HPS) proyek di Raja Batu. Baru dilaksanakan pekerjaan proyek. Dalam perkara ini kan tidak. Langsung melompat (pengerjaan pagar sebelum paket proyek diketuk palu dalam sidang paripurna di DPRD Kabupaten Madina-red). Teori semua,” tegas JPU.
Menjawab pertanyaan tersebut, ketiga saksi membenarkan hasil pekerjaan proyek tersebut tidak bisa lagi dipergunakan akibat banjir.
Di awal persidangan, menjawab pertanyaan majelis hakim diketuai Irwan Effendi Nasution, saksi Syawaludin juga membenarkan tentang lebih dulu dikerjakan pembangunan pagar sepanjang 76 meter dengan tinggi 1,025 meter pada Maret 2017. Sedangkan 88 meter lagi menyusul dikerjakan setelah ketuk palu.
Kawasan Wisata
Sementara mengutip dakwaan JPU, terdakwa I Syahruddin selaku Plt Kadis PUPR Kabupaten Madina bertindak secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama dengan terdakwa II Hj Lianawaty Siregar selaku PPK pada Bidang Tata Ruang dan Pertamanan Dinas PU Kabupaten Madina TA 2017 berdasarkan surat, dan Nazaruddin Sitorus (terdakwa III) juga selaku PPK TA 2016, secara melawan hukum memperkaya diri, orang lain dan atau korporasi yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan (perekonomian) negara. Hasil audit akuntan publik Tarmizi Achmad terdapat kerugian negara sebesar Rp5,2 miliar.
Pada tahun 2016, Bupati Madina Drs Dahlan Hasan Nasution mempunyai gagasan untuk membangun kawasan wisata dan tempat upacara yang letaknya di kawasan Perkantoran Pemkab Madina di Desa Parbangunan, Kecamatan Panyabungan Kabupaten Madina. Bupati memerintahkan tiga kadis yakni Dinas PUPR, Dinas Perkim dan Dispora Madina untuk secara bersama-sama mewujudkan gagasan tersebut.
Namun bangunan-bangunan yang berdiri di TSS dan TRB tersebut adalah termasuk berada di sempadan sungai dan tidak diperbolehkan. Jika terlanjur ada dibangun tersebut dinyatakan dalam keadaan status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Ketiga terdakwa dijerat pidana Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Format Bupati
Usai persidangan, ketua tim PH terdakwa Dr Adimansar menguraikan, pekerjaan Taman Wisata di TSS dan TRB tidak ada formatnya. Diduga kuat ada di benak Bupati Madina. Di persidangan juga saksi Sawaludin menerangkan konsep pekerjaan proyek tersebut berasal dari bupati.
“Nah, kalau merujuk pada dakwaan penuntut umum menyebutkan berpotensi atau kata dapat menimbulkan kerugian keuangan negara, itu sudah enggak bisa dipergunakan lagi Bang,” tegasnya.
Sebab hasil pengujian UU No. 25 Tahun 2016 di Mahkamah Konstitusi (MK), imbuh Adimansar, kata dapat itu sifatnya inkonstitusional conditional sepanjang dimaknai kata dapat itu dipergunakan untuk Pasal 2 sama Pasal 3.
“Maka kata dapat itu tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Jadi kalau nggak ada kerugian materiilnya yang nyata berapa kerugian negara itu menurut hemat kami klien kami memang wajib dibebaskan,” pungkasnya.
reporter | Robert Siregar