Hadapi Revolusi Industri 4.0, SMAN 1 Tarutung Ikuti Seminar, Tampilkan 2 Alumni Sebagai Pembicara

Revolusi Industri 4.0

topmetro.news – Dua putra terbaik ‘bonapasogit’ pentolan SMA Negeri 1 Tarutung dari Jakarta, melakukan seminar bertajuk ‘Antisipasi Para Siswa Menghadapi Revolusi Industri 4.0’, Sabtu (15/2/2020), di Gedung Nasional, Tarutung.

Keduanya adalah Dr Erikson Sianipar MM, berlatar belakang pekerjaaan di industri komunikasi, sebagai Direktur Operasi dan Bisnis PT Telkom Landmark Tower. Satu lahi, Dr Sahata Lumbantobing MM AAAI, berlatar belakang pekerjaaan di industri asuransi. Mereka berdua alumni SMA Negeri 1 Tarutung Tahun 1982.

Duet narasumber ini berhasil menginspirasi 300 siswa SMA Negeri 1 Tarutung, guna menghadapi dan menempatkan dirinya di era revolusi industri 4.0. Para pelajar peserta seminar berasal dari semua jurusan.

Jauh-jauh datang dari Jakarta, kepada topmetro.news, kedua narasumber mengaku, ingin mendedikasikan diri (tanpa dibayar). Sebagai wujud kecintaan terhadap sekolah yang telah membesarkan mereka berdua.

Erikson memaparkan masalah teknologi digital. Sementara Sahata paparkan tentang peluang bisnis dan usaha.

Ikut juga berbicara Nico Sianipar, anak Erikson Sianipar, yang baru lulus pascasarjana di salah satu universitas di Birmingham, Inggris. Usianya tidak jauh di atas usia para siswa. Ia pun masih berada di kelompok milenial.

Hadapi Perubahan

Erikson Sianipar mengatakan, para siswa (generasi muda), tidak perlu takut menghadapi perubahan, termasuk revolusi industri 4.0.

Ia mengajak agar generasi milenial tidak menghindar dari perubahan itu. “Tetapi belajar dan menjadi pribadi yang tangguh dan jujur untuk bisa sebagai pelaku,” ucapnya, dengan menguraikan contoh-contoh penting dari sebuah perubahan.

“Kata kunci di era industri 4.0, meninggalkan yang tidak relavan dan melakukan yang relavan sesuai dengan kebutuhan di masa ini,” kata pria yang saat ini aktif mengajar sebagai dosen pascasarjana di Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU).

Lantas, bagaimana siswa (generasi milenial), merespon dan menempatkan dirinya di era industri 4.0 ini dengan seabreg tantangan dan peluang yang ada di dalamnya?

Erikson menegaskan, generasi muda milenial sudah harus terbuka serta memanfaatkan perkembangan tekhnologi dimaksud. Serta harus bersemangat dan memiliki integritas.

Menurutnya, mempertahankan nilai-nilai positif (berdoa, disiplin tinggi, jujur, bertanggung jawab dan rendah hati) sangatlah penting. Kemudian, menjadi pembelajar hidup serta membangun hubungan baik (kolaborasi) dengan berbagai latar belakang profesi dan budaya.

Hal yang tidak kalah penting menurut Erikson, generasi milenial juga sudah harus masuk mempratikkan perilaku ‘entrepreneur’ sejak dini. Lalu, menambah dan meningkatkan skill, kreatif dan inovatif. Dan, memutuskan dengan mantap; lanjut kuliah atau langsung terjun kerja/berusaha.

Ketinggalan Teknologi

Sementara Sahata Lumbantobing pada paparannya mengemukakan, secara umum tantangan di era industri 4.0 justeru terjadi pada ketertinggalan di teknologi leadership dan bisnis model.

“Kedua hal ini mestinya harus dimasuki generasi milenial. Kita harus kejar untuk membentuk pribadi yang tangguh dalam membuka peluang bisnis/usaha yang tepat guna dan relevan di era ini,” tandas Sahata.

Sahata menguraikan lebih luas tentang peluang bisnis bagi anak anak milenial. Dia menceritakan pengalamannya menghadiri wisuda anaknya di California Amerika Serikat pada beberapa waktu lalu. Dari 2.000 yang diwisuda, 1.000 di antaranya anak anak berdarah Tionghoa. Dan hanya satu orang Indonesia yaitu anaknya.

“Saya pernah kaget ketika berhadapan dengan rekan bisnis. Ceritanya mau transaksi sebesar Rp500 milliar. Saya pakai stelan jas dan dasi untuk menghadiri pertemuan itu. Wah, ternyata yang mau bertransaksi dengan saya adalah anak muda milenial berusia 24 tahun, mengenakan kaos dan celana pendek. Ternyata dia jebolan perguruan tinggi dari Amerika Serikat. Dia juga orang keturunan Cina,” paparnya.

“Saya teringat dengan 1.000 putra -putri Cina yang diwisuda bersama anak saya di AS,” ujar Sahata.

Ia juga menyebutkan sejumlah ciri-ciri perilaku manusia di era Industri 4.0. Di antaranya, kecerdasan buatan. Dimana manusia lebih cenderung menggunakan teknologi robotik untuk membantu aktifitas dan pekerjaannya dan virtual reality atau sebuah pemikiran yang cenderung mengarah pada realita yang dibayangkan.

Testimoni Nico Sianipar

Para paserta Tari Tortor Batak di seminar | topmetro.news/Jan Piter Simorangkir

Nico Sianipar yang merupakan pelajar muda dan sudah menyandang gelar strata dua dan terkategori di kelompok milenial, menceritakan pengalamannya selama belajar di Negara Inggris. Ia jauh dari orangtua.

“Kalau di Indonesia, sangat kurang peranan anak melakukan pekerjaan di rumah. Pekerjaan itu dilakukan asisten rumah tangga. Mau ke sekolah diantar supir. Tetapi kalau di sana, kita sangat mandiri. Masak sendiri, mencuci piring, dan pakaian sendiri dan kita sebutlah mandiri. Kebiasaan mandiri itu akhirnya terbawa kalaupun kita sudah tamat,” ujar Nico di hadapan siswa-siswi, yang mengaku juga sambil bekerja saat kuliah disana.

“Saya juga bekerja di Inggris, dengan gaji yang dihitung per jam,” terangnya.

Ia juga mengutarakan, siswa juga harus mampu mencari peluang untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. “Tidak harus didampingi orangtua. Kemajuan IT bisa menjadi panduan anak milenial sekarang,” kata Nico menginspirasi adik-adiknya.

Hadir dalam seminar itu, pemerhati pendidikan di Tapanuli Utara, Martua Situmorang, Kepala SMAN 1 Tarutung Drs Herbin Togatorop, Ketua Komite Sekolah Ricardo Silalahi SPd, Kasi SMA Dinas Pendidikan Humbanghas Jhon S Purba SPd, dan guru-guru SMAN 1 Tarutung, serta sejumlah jurnalis.

Seminar yang dilaksanakan di Gedung Nasional Tarutung ini, yang dimulai pukul 11.00 hingga 17.30 WIB dan berjalan dengan tertib. Acara juga berjalan sangat menarik dan tidak membosankan dengan suguhan yang bervariasi di sela-sela seminar. Berupa hiburan, gerak merefresh otak, meregangkan otot. Serta penampilan tari dan dancer yang dibawakan para pelajar SMU Negeri 1 Tarutung.

Tesalonika Manalu (finalis The Voive Indonesia) yang juga pelajar SMA Negeri 1 Tarutung melantunkan lagu berjudul ‘Haholongi Inangmi’ | topmetro.news/Jan Piter Simorangkir

Sebuah lagu berjudul ‘Haholongi Inangmi’ juga dilantunkan pelajar kelas 3 SMU Negeri 1 Tarutung, Tessa Lonika Manalu (finalis The Voice Indonesia), dengan tuntas dan mantap.

Komedian pemula berbakat Samuel Tobing yang juga pelajar di sekolah ini, ikut membuat suasana makin hangat dan segar.

reporter | Jan Piter Simorangkir

Related posts

Leave a Comment