Untuk Optimalkan Kinerja, Lamhot Sinaga Minta PGN dan Pertamina Dipisah

Pertamina dan PGN

topmetro.news – Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar, Lamhot Sinaga meminta, supaya Pertamina dan PGN fokus pada bidang masing-masing. Pernyataan itu disampaikannya, menanggapi statemen Menteri BUMN Erick Thohir terkait rencana pembentukan kelompok (klaster) pada BUMN.

Sebelumnya, Erick Thohir menyampaikan, Kementerian BUMN akan membentuk kelompok (klaster) perusahaan-perusahaan BUMN berdasarkan sejumlah kategori. Mulai dari BUMN yang memang fokus pada bisnisnya, hingga BUMN yang mendapatkan penugasan pelayanan publik.

“Saat ini kita sedang proses. Masing-masing wamen memegang enam atau delapan klaster saja,” ujarnya.

Sejalan rencana Kementerian BUMN untuk membentuk klaster, Lamhot Sinaga pun menyoroti Pertamina yang saat ini mengelola gas, agar fokus mengurus perminyakan saja. Sementara pengelolaan gas diserahkan ke Perusahaan Gas Negara (PGN).

“Biarlah gas diurus oleh PGN. Sementara Pertamina fokus mengurus soal minyak. Jadi BUMN strategis ini fokus mengurus di bidang masing-masing. Kalau tidak dipisahkan khawatir akan terjadi duplikasi di bawah,” tutur Lamhot,” Jumat (21/2/2020).

Sebagai contoh, lanjut politisi Partai Golkar ini, Pertamina membangun infrastruktur gas dan kemudian PGN juga membangun yang sama. “Ini kan jadi pemborosan, jadi sudah biar PGN saja yang mengurus gas,” tegas anggota Komisi VI DPR RI ini.

“Kalau perusahaan BUMN fokus pada bidangnya masing-masing, maka akan tercipta tata kelola yang baik. Ekosistem terhadap gas akan lebih baik. Dengan demikian industri kita akan terbantu,” sambung dia.

Ekosistem Gas

Lebih jauh ia mengatakan, jika pengelolaan gas sudah ada di PGN, maka skenario berikut adalah, industri-industri atau BUMN yang menggunakan gas sebagai bahan baku agar dibedakan harganya. Harus ada ‘affrmative cost’.

“Karena gas itu dijadikan bahan baku, maka negara harus melindungi, harus memberikan harga termurah. Misalnya industri pupuk yang dituntut harus memproduksi pupuk subsidi, sementara sekitar 70 persen bahan bakunya adalah gas. Maka akan sangat kesulitan jika harga gas yang dibeli mahal,” jelasnya.

Dampaknya itu, kata Lamhot, sering terjadi kelangkaan pupuk, karena kapasitas produksi mereka tidak mencapai 100 persen. Mereka dipaksa untuk membeli gas di angka 7 sampai 9 USD. Maka itu ekosistem pada gas harus dibuat baik.

“Belum lagi soal jaringan gas nasional, bagaimana harus masuk ke rumah tangga. Masih banyak yang harus dibenahi. Jadi alternatif paling bagus ya gas harus dipisahkan dari Pertamina,” pungkasnya.

reporter | Jefry Siregar

Related posts

Leave a Comment