FPKS DPR RI Tolak Perppu Corona Disahkan, Berpotensi Langgar Konstitusi

Perppu Corona

topmetro.news – Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) DPR RI menolak menetapkan Perppu No. 1/2020 terkait Virus Corona disahkan menjadi Undang-undang. Karena sangat berpotensi melanggar konstitusi, disebabkan ada sejumlah pasal yang bertentangan dengan UUD 1945.

Penolakan itu disampaikan anggota Fraksi PKS DPR RI, H Hidayatullah SE dalam siaran persnya kepada wartawan, Rabu (13/5/2020), menanggapi, disetujuinya Perppu No1/2020 atau yang dikenal dengan Perppu Corona menjadi UU pada sidang paripurna DPR-RI, Selasa (12/5/2020) di Jakarta.

Kewenangan DPR

Sidang paripurna ke-15 yang dipimpin Ketua DPR RI Puan Maharani dan dihadiri sembilan fraksi tersebut, ujar Hidayatullah, Fraksi PKS menolak disahkan. Tapi delapan fraksi menyetujui (yakni Fraksi PDI Perjuangan, NasDem, Golkar, PPP, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan Partai Gerindra).

“Kita menolak disahkan. Karena terkait dengan kekuasaan pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan negara,” katanya.

Misalnya, tandas mantan anggota DPRD Sumut ini, pada Pasal 12 Ayat 2 menyatakan, perubahan postur dan atau rincian APBN dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.

“Hal ini menurut PKS telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam UU atau yang setara. Berdasarkan UUD 1945 Pasal 23 Ayat 1 telah menyatakan bahwa kedudukan dan status APBN adalah UU yang ditetapkan setiap tahun,” kata Hidayatullah.

Kemudian, katanya, R-APBN harus diajukan oleh presiden untuk dibahas dan disetujui DPR. Ini sebagaimana ditegaskan Pasal 23 Ayat 2 dan Ayat 3 UUD RI 1945.

Selain itu, katanya, Perppu di Pasal 27 Ayat 2 menyatakan, pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Perppu ini tidak dapat dituntut.

Fraksi PKS juga mencermati, terkait batas atas defisit yang tidak ditentukan, akan mereduksi prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara. Seperti yang termaktub dalam Perppu No. 1/2020 pada Pasal 2 yang menetapkan batasan defisit anggaran yang melampaui tiga persen dari PDB.

Fraksi PKS juga berpendapat, skema bail-out selalu berpotensi melahirkan skandal penyimpangan kekuasaan keuangan negara atas penanganan krisis yang telah menimbulkan biaya yang besar dan telah mengingatkan publik atas trauma krisis ekonomi 1997-1998.

Fokus Covid-19

Dengan pertimbangan itu, tambah Hidayatullah, pihaknya mendorong pemerintah agar mengganti Perppu No. 1/2020 dengan Perppu yang memerhatikan pendapat Fraksi PKS. Sehingga tidak menimbulkan berbagai masalah yang merugikan keuangan negara dan rakyat di kemudian hari.

Fraksi PKS juga mendorong agar pemerintah fokus kepada penanganan Covid-19 dan jaminan sosial. Sebab dari catatan yang ada, insentif pemulihan ekonomi mendapat porsi yang lebih besar, jika dibandingkan dengan insentif kesehatan Rp75 triliun, dan insentif jaminan sosial Rp110 triliun.

“Mengenai insentif pemulihan ekonomi sebesar Rp150 triliun, perlu direncanakan dengan detail bersama DPR serta stakeholder terkait,” pungkas anggota DPRI Dapil Sumut meliputi Kota Medan, Deliserdang, Serdangbedagai dan Tebingtinggi itu.

reporter | Rafael M Putra Pinem

Related posts

Leave a Comment