Majelis Hakim tidak Sependapat dengan JPU, 2 Pejabat PPKAD Labusel Divonis 1 Tahun

Majelis Hakim Tipikor

topmetro.news – Majelis Hakim Tipikor pada PN Medan dengan Ketua Syafril Batubara, Jumat petang menjelang malam (4/12/2020), Ruang Cakra 2, menyatakan tidak sependapat dengan dakwaan tim JPU dari Kejatisu.

Unsur secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999, perubahan dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana, tidak terbukti.

Untuk itu majelis hakim menyatakan, melepaskan kedua terdakwa yakni mantan Plt Kadis Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PPKAD) Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) Marahalim Harahap dan Kabid Pendapatan Salateli Laoli dari dakwaan primair.

Namun majelis hakim berkeyakinan unsur pidana dakwaan subsidair, Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 perubahan dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, telah terbukti.

Kedua terdakwa masing-masing kena vonis pidana satu tahun penjara dan denda Rp50 juta. Dengan ketentuan bila denda tidak terbayar maka berganti dengan kurungan dua bulan.

Vonis majelis hakim jauh lebih ringan dari tuntutan JPU yakni tiga tahun. Sebab JPU dengan ‘motor’ Hendri Sipahutar sebelumnya menuntut kedua terdakwa agar terkena pidana masing-masing empat tahun penjara. Serta denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan.

“Baik JPU maupun penasihat hukum sebaiknya mempergunakan haknya,” pungkas Syafril beberapa saat sebelum mengetuk palu.

Usai persidangan JPU Hendri Sipahutar maupun ketua tim PH kedua terdakwa, Pris Madani, menjawab pertanyaan awak media menyatakan pikir-pikir. Apakah menerima atau melakukan upaya hukum banding atas vonis dari majelis hakim tersebut.

Hormati dan Sesalkan

Pris Madani mengatakan, menghormati sekaligus rada menyesalkan putusan majelis hakim karena tidak mempertimbangkan pledoi mereka. Sebab dalam perkara penggunaan upah pungut Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH PBB) sektor perkebunan di Kabupaten Labura, kata Pris Madani, rujukannya adalah Pasal 4 Kep Menkeu No. 1007 Tahun 2000 yang sumber hukumnya Pasal 14 UU No. 12 Tahun 1983 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

Demikian seterusnya dengan terbitnya Peraturan Bupati Labusel No. 84 C Tahun 2011 dan No. 42 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tara Cara Penggunaan Biaya Pemungutan Biaya PBB, juga berdasarkan rujukan Pasal 4 Kep Menkeu No. 1007 Tahun 2000.

“Memang pemerintahan daerah (pemda) tidak dilimpahkan kewenangan untuk melakukan penagihan, sebab dalam penjelasan (Kepmenkeu-red) disebutkan hanya sebagai pemungut pajak,” urainya.

Pertimbangan Hakim

Pada bagian lain, majelis hakim tidak mempertimbangkan kesimpulan (BPK Perwakilan Sumut-red) tentang pemborosan. Majelis hakim menilai dana dari pemerintah pusat tersebut dibagi-bagikan kepada kedua kliennya seterusnya kepada beberapa pejabat dan Dinas PPKAD Kabupaten Labusel, terkesan diperbolehkan namun harus sampai ke unsur pejabat di kecamatan, desa dan perangkatnya.

Sebab hal itu juga maksud Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumut pada kesimpulannya yakni pemborosan. “Perkara diberikannya insentif kepada beberapa pejabat dan Dinas PPKAD Kabupaten Labusel pada 2013, 2014 dan 2015 bukanlah perbuatan tindak pidana korupsi,” pungkas Pris Madani.

Sementara sumber lainnya menyebutkan, kedua terdakwa kemungkinan akan terus melakukan upaya hukum sampai kasasi ke Mahkamah Agung (MA-RI).

Sebab dalam perkara tersebut mereka yakini tidak ada temuan indikasi korupsi. Serta jauh sebelum BPK Perwakilan Sumut melakukan audit, uang insentif DBH PBB sektor perkebunan dari pemerintah pusat sebesar Rp1,9 miliar telah mereka kembalikan (193 hari sebelum audit BPK Perwakilan Sumut-red). Bukan karena desakan penyidik Polda Sumut maupun Kejati Sumut. Namun atas itikad baik kedua terdakwa.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment