Perkara Penipuan Pembangunan RSUD Medan Labuhan ‘Dipaksakan’, PH Terdakwa Mohon Hakim Bebaskan Direktur PT GKN

Perkara penipuan disebut-sebut mencapai

topmetro.news – Perkara penipuan disebut-sebut mencapai Rp11 miliar dengan terdakwa Ir Taufik Ramadhi, selaku Direktur IV di PT Guna Karya Nusantara (GKN), sejak awal ‘dipaksakan’ diproses secara pidana.

Tuntutan pidana 3 tahun dan 8 bulan penjara dikurangi selama berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan oleh JPU dari Kejari Medan semestinya batal demi hukum.

Karena fakta terungkap di persidangan, tidak ada satu alat bukti, baik bukti saksi dan bukti surat yang menyatakan terdakwa Ir Taufik Taufik Ramadhi melakukan tindak pidana sebagaimana tuntutan JPU, Pasal 378 KUHPidana.

Jemis Bangun mengungkapkan hal itu selaku ketua tim penasihat hukum (PH) terdakwa ketika menyampaikan nota keberatan/pembelaan (pledoi), Rabu petang (9/6/2021), di Cakra 9 PN Medan.

Unsur barang siapa, dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, atau pun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang, menurutnya, jelas tidak terbukti.

Terdakwa bekerja di perusahaan yang berkantor pusat di Bandung tersebut sejak 2012 lalu. Dan ketika bertemu dengan saksi korban, Bayu Afandi Nasution ST, terdakwa memang memaparkan profil PT GKN sebenarnya. Sepengetahuan terdakwa, perusahaan tersebut tidak pernah bermasalah hukum. Bukan rangkaian kebohongan.

Bebaskan Terdakwa

“Bahwa oleh karena salah satu unsur pidana pasal yang dituntut tidak terpenuhi, maka unsur (pidana) lain tidak perlu dipertimbangkan lagi, sepantasnya terdakwa dinyatakan tidak bukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana tuntutan JPU,” tegas Jemis.

Tim PH terdakwa memohon agar majelis hakim menyidangkan perkara aquo nantinya dalam amar putusan menyatakan, menerima pledoi PH terdakwa seluruhnya, membebaskan terdakwa Ir Taufik Ramadhi dari segala dakwaan maupun tuntutan JPU. Dan kemudian memerintahkan JPU agar segera membebaskan terdakwa dari rumah tahanan (rutan).

Apabila majelis hakim berpendapat lain, imbuhnya, mohon memberikan putusan yang seadil-adilnya.

Ketika Hakim Ketua Merry Dona Pasaribu mengkonfrontir, JPU Chandra Naibaho secara lisan menyatakan tetap pada tuntutan pidana 3 tahun dan 8 bulan. Sebaliknya tim PH terdakwa (juga secara lisan-red) menyatakan tetap pada nota pledoinya. Sidang pun berlanjut pekan depan, dengan agenda pembacaan putusan.

Sementara usai persidangan Jenis Bangun mengatakan, tunggakan pajak PT GKN yang dijadikan JPU sebagai unsur dengan tipu muslihat atau pun rangkaian kebohongan, terjadi di tahun 2005. Sedangkan terdakwa bergabung mulai 2012.

“Tunggakan pajak itu sebetulnya dia (terdakwa Ir Taufik Ramadhi) enggak tahu. Selama dia bekerja di perusahaan tersebut sejak 2012 sepengetahuan dia tidak ada masalah. Klien kami bekerja atas perintah Dirut,” katanya.

Kalau pun misalnya ada janji tidak ditepati, itu wanprestasi. Lewat gugatan perdata. Bukan suatu tindak pidana. Duit Rp657 juta sama Rp9 miliar itu semua uang perusahaan. Itu makanya di pledoi disebutkan kasus ini dari awal dipaksakan diproses secara pidana,” pungkas Jemis.

Seolah ‘Steril’

Sementara dalam dakwaan diuraikan, saksi korban berminat mengerjakan proyek pembangunan RSUD Tipe C di Kecamatan Medan Labuhan dengan nilai kontrak Rp102 miliar. Saksi korban Bayu Afandi Nasution ST bersama H Riadh Alfi Nasution, Maret 2018 sengaja bertandang ke kantor terdakwa guna mengetahui secara rinci profil PT GKN berkantor pusat di Kota Bandung.

Saksi korban terbuai dengan informasi yang diberikan Ir Taufik Rahmadi seolah perusahaan yang dipimpinnya ‘steril’ dari berbagai masalah dan laik dipakai untuk mengikuti tender pembangunan rumah sakit. Korban pun masuk sebagai unsur Direktur PT GKN. Perusahaan tersebut akhirnya keluar sebagai pemenang tender.

Semula saksi korban diterpa riak-riak kecil dan mengabulkan permintaan terdakwa untuk mentransfer dana untuk pengurusan pengangkatan blokir pembayaran oleh pihak bank.

Klimaksnya, terdakwa malah melimpahkan tanggung jawab kepada saksi korban untuk membayar piutang pajak PT GKN sebesar Rp18 miliar di Kantor Pajak Pratama Bandung karena telah diangkat menjadi unsur Direktur. Kasus tersebut akhirnya dilaporkan saksi korban Bayu Afandi Nasution ST ke Mapolrestabes Medan.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment