Korupsi Rp32,7 M Mantan Sekda Tobasa Parlindungan, Saksi BPN tak Mampu Jawab Dasar Terbitnya SK Bupati APL Hutan Tele

Sidang lanjutan perkara korupsi dengan terdakwa mantan Sekda Toba Samosir Parlindungan Simbolon terkait pengalihan status APL Hutan Tele, Kamis (10/2/2022), berjalan alot.

topmetro.news – Sidang lanjutan perkara korupsi Rp32,7 miliar dengan terdakwa mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) Parlindungan Simbolon terkait pengalihan status Areal Penggunaan Lain (APL) Hutan Tele yang masuk dalam Tanah Hutan Lindung dan nonHutan Lindung, Kamis (10/2/2022), berjalan alot.

Sejumlah pertanyaan substansial yang diajukan majelis hakim diketuai Sarma Siregar di Cakra 4 Pengadilan Tipikor Medan, tidak mampu dijawab dua saksi (foto), yang dihadirkan tim JPU dari Kejati Sumut.

Hiskia Simarmata selaku mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tobasa mengaku tidak tahu apakah tim yang dibentuk ada melakukan survei ke lokasi, sebelum Bupati Sahala Tampubolon (terdakwa berkas penuntutan terpisah) mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 281 Tahun 2003.

“Sepengetahuan saya aturan mainnya, warga penggarap di lahan milik pemerintah harus lebih dulu disidangkan melalui seleksi panitia yang terdiri dari unsur BPN, kepala desa (kades), camat dan ditandatangani oleh bupati. Apakah hal itu telah dilalui, saya nggak tahu Yang Mulia,” timpalnya.

Di bagian lain saksi Coki Pangaribuan, selaku Kasubsi Pendaftaran Pencatatan Perubahan Sertifikat Tanah Pendaftaran Tanah BPN Tobasa dicecar hakim anggota Rina Lestari Sembiring juga tidak mampu memberikan jawaban konkret.

“Apa dasar hukum terbitnya SK Bupati (Tobasa) Nomor 281 Tahun 2003 itu. Kenapa dari awal tidak ditelisik? Setelah terbit jadi bermasalah dan perkaranya sedang disidangkan,” cecar Rina Lestari dan dijawab saksi, kemungkinan ‘human error’.

SHM Diblokir

Hakim ketua juga mempertanyakan tanggung jawab saksi sebagai Kepala BPN tentang dikeluarkannya sejumlah Sertifikat Hak Milik (SHM) warga atas lahan yang menurut tim JPU dari Kejati Sumut, masuk dalam Tanah Hutan Lindung dan nonHutan Lindung. Hal itu sebagai akibat atas diterbitkannya SK Bupati Tobasa Nomor 281 Tahun 2003.

Saksi pun Coki Pangaribuan menimpali, sekira 170-an SHM yang diblokir internal BPN Kabupaten Tobasa. “Pemblokiran internal Yang Mulia. Masih dipertimbangkan. Menunggu apa nantinya putusan pengadilan atas perkaranya,” pungkas Coki.

Ketika dikonfrontir hakim ketua, terdakwa mantan Sekda Parlindungan Simbolon lewat monitor video teleconference (vicon) kemudian mempertanyakan kedua saksi apakah mengetahui berapa SHM yang sudah dikeluarkan BPN Tobasa berbatasan dengan 350 Ha yang bisa digarap warga sesuai SK Bupati Sahala Tampubolon Nomor 281 Tahun 2003.

“Nggak tahu mereka Pak,” timpal Sarma Siregar. Tim JPU Tumpal Hasibuan, Erik Sarumaha dan Ris Sigiro pun diperintahkan menghadirkan saksi lainnya dan terdakwa secara vicon pekan depan.

Hutan Tele

JPU Erik Sarumaha dalam dakwaannya menguraikan, 23 Desember 2003 sampai 2018 terdakwa Parlindungan Simbolon bersama Sahala Tampubolon membentuk Tim Penataan dan Pengaturan Kawasan Hutan Tele (PPKHT) di Desa Partungko Naginjang Tahun 2002 lalu.

Terdakwa selaku Sekda Tobasa ketika itu menjadi pengarah dan mantan Kades Partungko Naginjang, Kecamatan Harian dan juga eks anggota DPRD Kabupaten Tobasa Boluson Parungkilon Pasaribu (sudah divonis bersalah juga di Pengadilan Tipikor Medan-red) sebagai anggota tim.

Parlindungan Simbolon dan Bolusson kemudian menghimpun 293 orang untuk mengajukan izin pembukaan lahan di kawasan Hutan Tele tersebut.

Bolusson juga meminta uang sebesar Rp600 ribu kepada setiap orang yang mengajukan pembukaan lahan. Uang tersebut diserahkan kepada Tim PPKHT.

Kemudian pada 26 Desember 2003, Sahala Tampubolon selaku Bupati Tobasa ketika itu menerbitkan izin membuka lahan untuk pemukiman dan pertanian di Desa Partungko Naginjang. Namun pembukaan lahan tersebut bermasalah.

Parlindungan Simbolon telah menyalahgunakan jabatannya sebagai Sekda Tobasa untuk mengusulkan nama-nama warga yang bukan warga setempat dan bukan pula petani setempat.

Sedangkan Boluson melakukan penjualan atas tanah tersebut Rp15 juta per hektare pada 2014. Bahkan sebagian lahan dijual kepada yang bukan warga desa tersebut.

Parlindungan Simbolon dijerat dengan dakwaan primair, pidana Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Subsidair, Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment