Warga Dairi ke Jakarta Kawal Sidang Penolakan PT DPM

Penolakan terhadap aktifitas perusahaan tambang di Kabupaten Dairi Sumatera Utara terus digelorakan. Rabu (29/3/2029), sidang gugatan PTUN warga Dairi untuk menolak Persetujuan Lingkungan PT. Dairi Prima Mineral berlangsung di PTUN Jakarta.

topmetro.news – Penolakan terhadap aktifitas perusahaan tambang di Kabupaten Dairi Sumatera Utara terus digelorakan. Rabu (29/3/2023), sidang gugatan PTUN warga Dairi untuk menolak Persetujuan Lingkungan PT. Dairi Prima Mineral berlangsung di PTUN Jakarta.

Debora Gultom, pendamping warga dari Yayasan Doakonia Pelangi Kasih (YDPK) mengatakan, persidangan terlaksana secara elektronik, dengan agenda pembacaan gugatan.

Selain itu kata perempuan berambut ikal ini, majelis hakim membuat penetapan mengabulkan permohonan intervensi dari PT. Dairi Prima Mineral (DPM) untuk masuk sebagai tergugat II intervensi dalam perkara ini.

Sidang yang seharusnya berlangsung offline berubah menjadi secara elektronik.

“Sebelumnya diagendakan berlangsung secara offline, tapi seminggu sebelum diinformasikan kuasa hukum persidangan secara elektronik,” kata Debora, Rabu (29/3/2023).

Meski demikian, kata Debora, sejumlah warga Dairi berangkat juga ke Jakarta memenuhi sidang itu.

Agenda sidang selanjutnya terjadwal pada Hari Rabu, 5 April 2023, pukul 10:00 WIB, dengan acara jawaban tergugat dan tergugat II intervensi.

“Rasmi Silalahi dan Loris Bancin warga Desa Bongkaras, Kecamatan Silima Punggapungga hadir mengawal proses persidangan. Bersama dengan Tim Hukum Sekber Tolak Tambang,” sebut Debora.

Rilis yang wartawan terima menyebut, pada Hari Rabu, 14 Februari 2023 lalu, empat penggugat perwakilan warga Dairi, dengan pendampingan dari kuasa hukum Tim Hukum Sekber Tolak Tambang, mendaftarkan gugatan atas terbitnya Persetujuan Lingkungan PT. DPM di PTUN Jakarta.

Objek sengketa dalam perkara itu katanya, Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.854/MENLHK/SETJEN/PLA.4/8/2022 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Kegiatan Pertambangan Seng dan Timbal di Kecamatan Silima Punggapungga, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara.

Gugatan tersebut resmi terdaftar di PTUN dengan Nomor Perkara: 59/G/LH/2023/PTUN-JKT.

Para penggugat memberikan kuasanya kepada Tim Hukum Sekber Tolak Tambang. Mereka mewakili ribuan warga Dairi lainnya yang terdampak kehadiran PT. DPM yang selama ini menggantungkan kehidupan mereka dari sektor pertanian. Di mana pertanian itu terancam rusak bila pertambangan hadir.

Dasar pengajuan gugatan ini adalah adanya risiko bencana ekstrim dan resiko kegagalan bendungan tailing. Hal ini sebagaimana kajian para ahli dan laporan kepatuhan Complience Advisor Ombudsman (CAO) yang dapat terakses di www.bakumsu.advokasitambang.com.

Hal ini berpotensi mengakibatkan kerusakan lingkungan yang parah dan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia untuk mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat. Di mana soal ini sudah ada jaminan dalam Pasal 28 H Ayat (1) UUD Tahun 1945.

Rasmi Silalahi mengatakan, ancaman kerusakan ruang hidup masyarakat akan kehadiran tambang di Kabupaten Dairi bukan tidak mungkin akan terjadi.

Pertanian sebagai mata pencaharian utama masyarakat akan hilang dan hancur. Lingkungan bersih dan sehat akan hilang. Kerusakan flora dan fauna yang masih tersisa akan hilang. Itu semua bisa terjadi seiring kehadiran tambang.

“Itu sebabnya kami menggugat KLHK,” ujar Rasmi Silalahi.

Sebelumnya warga Dairi yang menolak tambang ini melakukan aksi protes, audiensi, dan menggalang solidaritas agar KLHK tidak mengeluarkan persetujuan lingkungan.

Dari berbagai kajian ahli, mereka menyampaikan proyek pertambangan tersebut tidak layak di Dairi.

PT DPM dikatakan perusahaan tambang seng yang menambang dengan sistem underground mining dengan luas konsesi 24.720 ha dan wilayahnya dinyatakan rawan bencana oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dairi.

M Jamil mewakili Tim Hukum Sekber Tolak Tambang mengatakan, dalam kasus penetapan persetujuan lingkungan untuk PT. DPM setempat, warga merasa terzalimi secara sepihak. Hal itu karena ruang hidup dan identitas tempat pulangnya disetujui oleh pemerintah untuk ditambang.

“Karena itu langkah PTUN Jakarta diambil untuk menguji Keptutusan Tata Usaha Negara (KTUN) tersebut,” kata M Jamil mewakili Tim Hukum Sekber Tolak Tambang.

Mereka tergabung dalam JATAM, Trend Asia, Bersihkan Indonesia, Sajogyo Institute dan JKLPK Indonesia, AMAN Nasional bersama dengan Sekber Tolak Tambang, Anak Rantau Dairi, Pemuda Nusa Tenggara Timur (NTT), Anak Rantau Sumatera Utara juga mashasiswa yang bersolidaritas dan akan mengawal proses yang berjalan di PTUN.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment