TOPMETRO.NEWS – Kamala Harris, Wakil Presiden Amerika Serikat menegaskan tentang kekhawatirannya atas situasi di Jalur Gaza. Kekhawatiran itu ditegaskan saat bertemu Benjamin Netanyahu selaku kepala otoritas Israel.
Kepada Benjamin Netanyahu, Kamala Harris menjelaskan hal-hal yang sudah terjadi di Gaza selama 9 bulan terakhir menjadi sebuah peristiwa yang mengerikan.
Kamala Harris mengacu pada dokumen dan foto anak-anak dan perempuan yang tewas akibat perang, termasuk mereka yang putus asa dan lapar hingga berupaya menyelamatkan diri dengan cara mengungsi berkali-kali.
BACA PULA | Prabowo Subianto, Presiden Terpilih Peduli Gaza, Ini Bedanya dengan Mantan Presiden SBY
Kita, kata Kamala Harris usai bertemu dengan Netanyahu di Washington, Kamis 25 Juli 2024 waktu setempat menegaskan, tak bisa berpaling dari tragedi ini.
Kita, kata Kamala Harris lagi, tidak bisa membiarkan diri kita mati rasa terhadap penderitaan yang dialami mereka.
Saya, tegas Kamala Harris, tidak akan tinggal diam!
BACA PULA | Alaa Qadoum, Bocah Palestina yang Gugur Akibat Serangan Jet Tempur Israel di Gaza
Diketahui, pertemuan Kamala Harris dengan Netanyahu berlangsung tertutup. Pertemuan itu digelar sehari usai Netanyahu berpidato di Kongres AS. Di sana, Netanyahu mengklaim perang di Gaza, sepanjang sejarah perang perkotaan, merupakan yang paling rendah rasio antara korban prajurit dan warga sipil.
Padahal, menurut Kamala Harris, lebih dari 38.800 warga Palestina yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, sudah meninggal dunia. Pun lebih dari 89.400 orang lainnya luka-luka sesuai data otoritas kesehatan setempat.
BACA PULA | 222 Paket Pangan dari Aceh Singkil Tiba di Palestina, Bukti Dukungan Terhadap Warga Gaza
Selama lebih dari 9 bulan sejak serangan, lanjut Kamala Harris, sebagian besar wilayah Gaza hancur di tengah blokade yang melumpuhkan akses-akses makanan, air bersih, dan obat-obatan.
Israel pun dituding melakoni praktik genosida di Mahkamah Internasional, yang dalam putusan terbarunya memerintahkan Tel Aviv untuk segera menghentikan operasi militer di kota selatan Rafah. Satu juta lebih warga Palestina mencari perlindungan dari perang sebelum mereka diserang pada 6 Mei silam.***
reporter | dpsilalahi
sumber | a1