Dakka Hutagalung si Komponis Jenius Musik Batak

musik batak dakka hutagalung

topmetro.news – Bicara musik Batak tentunya tak bisa melupakan komponis Batak yang satu ini. Dan salah satu lagu ciptaannya adalah yang liriknya ada di bawah ini dan Anda pasti tahu judulnya:

Naeng do ho sai hupasiding…, alai maniak ate ate.
Lam dao ahu laho manadinghon ho, lam ganda sitaonon.
Naeng do ho sai hulupahon…, siholhi so boi hutaon.
Nunga tung balga jala tung bagas, holong ni rohangku…

Iya betul… Syair di atas adalah cuplikan dari salah satu lagu ciptaan Dakka Hutagalung berjudul ‘Buni di Ate-Ate’. Lagu yang berisi ungkapan cinta sejati seseorang kepada kekasihnya, walau tak pernah ketemu lagi. Kedalaman makna dari syairnya bisalah selaras dengan ‘Love of My Life’-nya Queen. Lagu yang sangat menyentuh hati. Lagu yang sangat populer, bahkan melintasi generasi.

Dalam sebuah acara bertajuk Konser Musik Batak Fiesta, di TD Pardede Hall, beberapa waktu lalu, Dakka Hutagalung membawakan langsung lagu ciptaannya ini dan ribuan ‘audiens’ yang memadati gedung, langsung terhipnotis. Seakan membentuk paduan suara raksasa, semua mengikuti lagu itu dari awal hingga akhir.

Suatu hal yang menakjubkan, menilik para penonton konser adalah kebanyakan kawula muda, bahkan mungkin ada yang belum lahir ketika Dakka Hutagalung menciptakan lagu itu.

Tapi itulah kehebatan seorang Dakka. Karyanya ratusan, punya ciri khas, menyentuh banyak warna musik, dan rata-rata populer, bahkan hingga lintas generasi. Siapa yang tidak kenal lagu ‘Di Dia Rongkap Hi’, ‘Anakkonhu’, ‘Inang’, ‘Buni di Ate-Ate’, dan ratusan lainnya?

Bukan Nama Biasa

Nama dan karya Dakka Hutagalung tidak dapat lagi disebut biasa saja. Sehingga tidak salah, kalau banyak orang yang menyebut, bahwa Dakka adalah seorang legenda dan tidak hanya di lingkup musik Batak Toba saja, tapi bahkan nasional, karena karyanya juga banyak diminati orang-orang di luar Suku Batak.

Bahkan banyak juga yang berpendapat, setelah Nahum Situmorang, maka Dakka Hutagalung adalah yang selanjutnya. Penilaian yang menurut penulis sah-sah saja, walau pun kalau melihat selera, barangkali, bahkan ada yang menempatkan Dakka yang terbaik, termasuk penulis sendiri.

Namun, semua kecemerlangan lagu-lagu Dakka di pasaran komersil, seakan berbanding terbalik dengan nasibnya sehari-hari, setidaknya hingga saat tulisan ini diturunkan. Melihat lagu-lagu ciptaannya yang begitu merakyat, barangkali sulit percaya, kalau Dakka Hutagalung sempat masih mengontrak rumah untuk tempat tinggalnya. Ironis dengan ratusan lagunya yang masih selalu dinyanyikan orang mulai acara pesta, di cafe, karaoke, dan lainnya.

Melihat kondisi itulah, maka beberapa tahun lalu, Komunitas Pecinta Musik Daerah pernah menggagas sebuah pagelaran yang didedikasikan untuk Dakka Hutagalung, dengan menggelar Konser Musik Batak Fiesta (Dakka Hutagalung and Friends), di TD Pardede Hall.

“Dakka Hutagalung adalah legenda hidup. Dakka adalah seniman yang lagunya selalu mengikuti zaman. Seniman seperti ini harus kita beri tempat untuk terus dikenang oleh masyarakat. Maka pantas kita berbuat sesuatu kepada dia,” kata Rekson Silaban, salah seorang penggagas, mengenai konser tersebut.

Aplaus Karena Dakka

Dan sebagaimana penulis katakan di atas, Dakka Hutagalung memang pantas mendapatkannya. Semua penyanyi yang ditampilkan untuk mendukung acara ketika itu, mulai dari Amigos Band, Tongam Sirait, Maria Calista (Maria Mammamia), Putri Silitonga, Style Voice, Marsada Band, serta Marsius Sitohang yang mengusung ‘uning-uningan’, memang mendapat sambutan penuh dari pengunjung.

Tapi, tanpa mengecilkan kualitas para penyanyi yang memang rata-rata mumpuni, penulis yakin, bahwa sambutan itu lebih pada lagu-lagu Dakka yang mereka nyanyikan. Faktanya, seluruh lagu Dakka yang dibawakan para penyanyi itu, diikuti oleh seluruh penonton yang datang. Dan memang sampai sekarang pun, lagu-lagu ciptaan Dakka tetap eksis di antara musik Batak terbaru yang terus bermunculan.

Satu hal menarik lainnya dari konser ketika itu adalah, penampilan Dakka Hutagalung sendiri, di antaranya dengan membawakan lagi ‘Buni di Ate-Ate’. Meski sudah tidak muda lagi, ternyata vokalnya masih patut jadi perhitungan. Bahkan penulis nilai lebih baik dan bertenaga, daripada penyanyi-penyanyi muda yang saat ini masih eksis. Makin komplitlah kemampuan Dakka. Piawai menciptakan lagu dan punya vokal yang tidak sembarangan pula.

Masa Depan Musik Batak

Melihat kisah Dakka Hutagalung, dan juga cerita nyaris serupa lainnya di seputaran artis dan penyanyi Batak, penulis berharap agar seluruh putra/putri Batak yang sudah sukses lebih memperhatikan perkembangan Musik Batak, termasuk para artis maupun para pencipta lagu, yang keadaannya tak begitu seberuntung lagu-lagu ciptaannya.

Penulis sendiri berharap, agar figur-figur yang merasa perduli dengan Musik Batak termasuk royalti-royaltinya, agar lebih getol memperjuangkan nasib mereka. Kalau tidak, maka mungkin, musik Batak tinggal kenangan saja. Sungguh ironis, saat kita sedang menghibur diri dengan mendengarkan lagu-lagu mereka, pada saat bersamaan, para artis maupun pencipta lagu itu malah sedang kesulitan untuk sekedar mencari tempat berlindung.

Bereng ma di son buni di ate-atehon, husimpan dope goarmu.
Bereng ma di son peak di pusu-pusuhon, husimpan dope gambarmu.
Ndang tarbahen ahu hape, mangalaupahon ho…
Ndang tarbahen ahu…, ndang tarbahen ahu…
Laho pasidinghon ho…‘ (***)

Related posts

Leave a Comment