Pilkada Serentak tak Pengaruhi Pilpres 2019

pilkada dan pilpres

topmetro.news – Peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Al-Farabi, menyebutkan, kemenangan beberapa kandidat di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2018 tidak berpengaruh langsung terhadap Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

“Kalau kita lihat, kemenangan di wilayah ini apakah berpengaruh ke pilpres atau tidak, sebetulnya tidak paralel dengan kemenangan beberapa kandidat di beberapa wilayah ini ke pileg maupun pilpres,” terangnya di Quick Count LSI Denny J.A, Rabu (27/6/2018).

Diakui, jika dilihat secara data, PDIP yang merupakan partai pemenang Pemilu 2014 dan memiliki calon presiden (capres) yang kuat, yakni Joko Widodo (Jokowi) di beberapa daerah yang potensial justru malah kalah. Contohnya, di Jawa Barat yang kandidatnya berada di urutan paling akhir, yakni TB Hasanuddin-Anton Charliyan. Tidak hanya itu, di Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat juga mengalami kekalahan.

Baca juga : Data kemenangan Eramas di beberapa Kabupaten/Kota Sumut

Peta Koalisi Nasional

“Namun, hasil ini menurut kami, dari pengalaman lima tahun kemarin tidak banyak berpengaruh kepada pileg maupun pilpres. Memang sebagian partai menggunakan momen pilkada sebagai pemanasan mesin politiknya menjelang 2019,” katanya.

Jika dilihat dari peta koalisi 2019 mendatang, katanya, dapat dilihat dari peta koalisi pilkada sebelum pendaftaran calon 2018, banyak dipengaruhi peta koalisi di nasional. Contohnya adalah Gerindra-PAN-PKS yang di beberapa wilayah besar bersatu mengusung calonnya seperti di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Hal tersebut karena wilayah Jawa disebutkannya menjadi kunci mengingat populasinya yang paling besar dibandingkan wilayah lain. Apabila ditotal, katanya, hampir 50 persen populasi nasional ada di wilayah Jawa.

“Oleh karena itu pola koalisi nasional sangat melihat daerah-daerah dengan kantong-kantong suara besar. Sekali lagi, kalau dilihat dari paralel suara memang agak sulit, tetapi kalau paralel koalisi sangat mungkin terjadi,” katanya.

Proses Politik Uang

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu sedang memproses 35 kasus politik uang pada masa tenang dalam Pilkada Serentak 2018 di 171 daerah. Politik uang ini merupakan pelanggaran terbanyak yang ditemukan Bawaslu.

“Sampai dengan saat ini, Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten dan Kota sedang memproses kasus politik uang,” ujar Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin Nomor 14, Sarinah, Jakarta, Rabu (27/7/2018).

Kasus politik uang terbanyak, kata Ratna terjadi di Sulawesi Selatan sebanyak delapan kasus. Disusul Lampung dan Sumut masing-masing tujuh kasus, Jawa Tengah lima kasus, Sulawesi Barat dan Banten masing-masing dua kasus.

“Di Sulawesi Tenggara, Bangka Belitung, Jawa Barat dan Jawa Timur masing-masing terjadi satu kasus,” ungkap Ratna.

Sementara Anggota Bawaslu lain Mochammad Afifudin mengatakan 35 kasus tersebut merupakan temuan Bawaslu sajak masa tenang sampai hari pemungutan suara. Kasus politik uang di masa kampanye, kata Afifudin sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu.

“Sudah ada yang ditindaklanjuti (politik uang masa kampanye). Dan bahkan ada yang divonis bersalah karena politik uang. Tetapi, pelanggarannya tidak terstruktur, sistematis dan masif sehingga tidak sampai mendiskualifikasi pasangan calon,” ungkap dia.

Temuan Dugaan Pelanggaran di Masa Tenang:

  1. APK masih terpasang di masa tenang: 17 kasus
  2. Netralitas ASN: 4 kasus
  3. Penyelenggara tidak netral: 2 kasus
  4. Terlambat laporkan dana kampanye: 2 kasus
  5. Black campaign: 5
  6. Kampanye di luar jadwal: 5 kasus
  7. Politik uang: 35 kasus. (TM-RED)

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment