DPT 185 Juta, Muhammadiyah: Jangan Saling Klaim Kepentingan Islam

dpt pemilu 2019

topmetro.news – Jumlah daftar pemilih tetap atau DPT Pemilu 2019 mencapai 185.994.374 jiwa. Hasil ini didapat berdasarkan rekapitulasi penetapan DPT Pemilu 2019 dari seluruh KPU kabupaten/kota seluruh Indonesia.

“Jumlah DPT Pemilu 2019 dari 514 kabupaten/kota sebanyak 185.994.374 pemilih,” kata Komisioner KPU Viryan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.

DPT Pemilu 2019 itu pun sudah mulai diumumkan masing-masing KPU di tiap daerah. Meski sudah ada rekapitulasi, namun kata Viryan, jumlah tersebut masih bisa berubah.

“Apakah dimungkinkan ada perubahan? Dimungkinkan terjadi perubahan. Tetapi sangat tergantung dari kondisi tertentu,” ungkap dia.

Dikatakannya, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan perubahan itu. Antara lain, adanya pemilih yang pindah TPS dan ini dimungkinkan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Dalam Pasal 210 diatur pindah memilih selambat-lambatnya 30 hari sebelum hari pemungutan suara. Kemudian Pasal 348 disebutkan data pemilih yang pindah memilih dihapus di TPS asalnya.

“Pada masa H-30 sebelum pemungutan suara dimungkinkan terjadi perubahan DPT dan DPTB karena pada H-30 dilakukan penetapan DPTB nasional,” tutur dia.

DPT Pemilu 2019 Luar Negeri

Diinformasikan juga, bahwa jumlah DPT Pemilu 2019 di luar negeri mencapai 2 juta orang. Jumlah ini didapat berdasarkan penetapan perwakilan Pemerintah Indonesia di 130 negara.

Khusus untuk Provinsi NAD (Aceh) rapitulasi dilakukan olehdi KPU setempat atau KIP Aceh mulai tanggal 29-31 Agustus 2018. Hhasilnya kemudian disampaikan kepada KPU pada tanggal 1-3 September 2018. Selanjutnya rekapitulasi DPT Pemilu 2019 untuk Aceh dilakukan KPU pada tanggal 4-6 September 2018.

BACA JUGA;

Dua Peran Berbeda Cawapres di Pilpres 2019

Imbauan Ketum PP Muhammadiyah

Sementara itu, Ketum Muhammadiyah Haedar Nashir minta, agar jangan ada pihak-pihak yang mengklaim membawa kepentingan Umat Muslim. Hal ini disampaikannya, Rabu (29/8/2018), menyikapi situasi menjelang Pileg dan Pilpres 2019.

Menurut dia, adalah wajar, apabila dalam praktiknya, politik akan melibatkan sikap dukung mendukung maupun tolak menolak. “Politik selalu berkaitan dengan siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya meraih kepentingan. Semua proses politik kalau tidak terkelola dengan baik akan berlangsung keras dan mutlak-mutlakan,” ujarnya.

Dan Muhammadiyah, kata dia, juga tidak terhindarkan dari situasi itu. Karena warga Muhammadiyah juga akan menjadi lahan kepentingan politik mana pun. Menurut dia, itu adalah hal alamiah dalam proses politik, terutama untuk organisasi besar.

Maka sehubungan dengan itu, tentu saja sikap politik masing-masing warga Muhammadiyah pun beragam dengan dukungannya sendiri. Haedar pun menegaskan, perbedaan pilihan politik juga menjadi hak warga Muhammadiyah.

Jangan Klaim Kepentingan Islam

Hanya saja dalam perbedaan pilihan politik itu, diminta agar jangan saling menyalahkan, menghujat, dan menyudutkan. “Lebih-lebih dengan menggunakan dalih agama dan atasnama Muhammadiyah. Hindari saling menghakimi dengan hilang adab dan etika. Jauhi sikap saling tuduh dan tuding yang negatif. Lebih-lebih dengan menggunakan dalil agama yang menghukum dan mencerca,” tegasnya.

Warga Muhammadiyah juga diminta jangan memproduksi ujaran-ujaran dan tulisan-tulisan saling menyerang dan menghujat. Apabila ada yang keras dan berlebihan, ia menambahkan, perlu diingatkan secara baik. “Jauhi sikap merasa paling benar dalam berpolitik,” sebutnya.

“Tidak perlu satu sama lain mengklaim paling membela kepentingan Islam dan Umat Islam dengan menegasikan sesama Muslim. Lebih-lebih sesama warga persyarikatan. Dalam konteks kebangsaan pun perbedaan politik jangan meruntuhkan kebersamaan dan keutuhan selaku Bangsa Indonesia. Sangatlah rugi jika karena politik, Muhammadiyah, Umat Islam, umat beragama, dan bangsa menjadi terpecah-belah dan saling bermusuhan,” tutupnya. (TMN)

Related posts

Leave a Comment