Pemerintah akan Tutup Defisit BPJS Kesehatan

bpjs kesehatan

topmetro.news – Pemerintah dipastikan menutup defisit BPJS Kesehatan yang tahun ini diperkirakan mencapai Rp16,5 triliun. Demikian disampaikan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo, kemarin.

Ditambahkannya, pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah, di antaranya melihat peran pemerintah daerah. “Ini penting melihat peran pemerintah. Kementerian Keuangan mendapati pemda yang masih banyak punya utang,” ujarnya.

Dalam hal ini, untuk mendisiplinkan pemda, telah diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 183 Tahun 2017. Tujuannya, mengatasi tunggakan iuran BPJS Kesehatan dari pemda. Sehingga diharapkan pemda lebih patuh dalam membayar iuran BPJS Kesehatan.

Langkah lain adalah penerbitan PMK Nomor 222 Tahun 2017 tentang penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT). Juga pemanfaatan dana pajak rokok, yang sudah ditandatangani presiden.

Selain itu, dilakukan upaya efisiensi dana operasional BPJS Kesehatan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209 Tahun 2017. Lalua da PMK Nomor 113 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyediaan, Pencairan, dan Pertanggungjawaban Dana Cadangan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Kementerian Keuangan sudah mencairkan dana talangan Rp4,9 untuk menutup sebagian defisit tahun,” kata Mardiasmo.

BACA JUGA: Anggota DPRD Medan Kaget Peserta BPJS Nunggak Rp100 M

Defisit BPJS Kesehatan Terlalu Besar

Sedangkan Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf minta pemerintah memberikan dana talangan secara penuh kepada BPJS Kesehatan. Menurut dia, defisit sudah terlalu besar sehingga tak bisa ditutup dengan anggaran minim.

“Kalau hanya dengan Rp4,9 triliun, mungkin setelah Desember kita kejang-kejang lagi. Jadi kalau mau kasih infus, jangan tanggung,” kata Dede.

Menurut mantan aktor laga ini, pemerintah harusnya ‘menyuntik’ dana sebesar Rp10 triliun hingga Rp11 triliun. “Menurut saya angka Rp10 triliun sampai Rp11 triliun jika ingin menyelamatkan defisit, bukan suatu hal yang besar. Karena yang merasakan itu ratusan juta masyarakat,” katanya.

Di lain pihak, Dede menyebut, pemerintah harus punya solusi lain terkait BPJS Kesehatan. Karena kata dia, pemerintah tidak bisa terus-menerus menutup defisit tersebut. “BPJSK tidak bisa selalu disuntik pemerintah, karena cakupannya luas. Tentu harus ada skema lain yang dilakukan pemerintah,” katanya.

Kesalahan Regulasi dan UU

Sementara itu, masalah regulasi maupun sistem pelayanan dan undang-undang, dianggap menjadi pemicu defisit BPJS Kesehatan. Hal ini disampaikan praktisi kesehatan dari Fakultas Kedokteran UGM Yogyakarta, Laksono Trisnantoro.

Salah satu yang jadi sorotan adalah, adanya aturan yang memungkinkan orang kaya menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan premi sangat murah. Sedangkan pelayanan kesehatan yang didapat tak terbatas. Bahkan hingga cuci darah dan transplantasi jantung.

“Berapa pun subsidi yang diberikan pemerintah, tidak akan mampu menyelesaikan masalah defisit tersebut,” katanya.

Sehingga dia pun mendorong perbaikan regulasi dan mendorong Direksi BPJS Kesehatan melakukan efisiensi dana operasional. Dengan demikian diharapkan tingkat kesehatan keuangan BPJSK akan tetap terpelihara.

Lalu anggota DPD dari Yogyakarta, GKR Hemas menyebut, keputusan memberi layanan kesehatan terbaik bagi masyarakat sudah tepat. Sayangnya, upaya pemerintah itu, kata dia, tidak diikuti dengan kesadaran peserta membayar iuran tepat waktu.

Hemas juga minta pengkajian ulang mengenai pemberian manfaat bagi peserta berdasarkan besaran iuran, serta sanksi bagi penunggak iuran. “Bayar premi Rp100.000, tetapi mendapat layanan kesehatan lebih dari Rp5 juta. Setelah berobat, pembayaran iurannya macet. Ini menjadi problem,” katanya. (TM-RAJA)

Related posts

Leave a Comment