LIPSUS: Merajut Kembali Kepercayaan Konstituen Pasca Pusaran Korupsi Gatot (3)

tersangka korupsi

topmetro.news – Dua edisi sebelumnya, (Merajut Kembali Kepercayaan Konstituen Pasca Pusaran Korupsi Gatot) yang berujung pada dijadikannya 38 anggota DPRD Sumut sebagai tersangka korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengamat politik dari USU Dr Muryanto Amin SSos MSi dan Ketua Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) DPD Partai Golkar Hanafiah Harahap SH telah memberikan tanggapan dan masukan.

Bagaimana pula pandangan politisi PDIP, parpol yang menempati urutan kedua terbanyak hasil Pileg 2014-2019 (16 kursi)?

Setelah melewati babakan pendekatan, Selasa (4/12/2018), Sekretaris DPD PDIP Drs Sutarto MSi akhirnya ‘membuka pintu’ wawancara eksklusif. Apa kira-kira langkah-langkah yang telah, sedang, dan akan dilakukan parpol berlambang banteng moncong putih itu membangun kembali kepercayaan publik khususnya konstituen di Sumut?

Mencermati kasus terjebaknya sejumlah legislator jadi tersangka korupsi mantan Gubsu Gatot, sebelumnya sikap PDIP Sumut adalah menghormati dan menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Pada prinsipnya menyerahkan dan mendukung sepenuhnya upaya pencegahan dan penegakan hukum, khususnya dimotori KPK.

“Kami menyadari untuk memberikan kontribusi positif tidak mudah. Langkah-langkah yang diambil DPD PDIP Sumut secara berkelanjutan yakni melaksanakan kaderisasi. Harapan kita akan lahir kader yang mumpuni. Artinya secara integritas maupun kapasitas mereka mampu berjuang untuk kepentingan rakyat,” katanya.

BACA JUGA: LIPSUS: Merajut Kembali Kepercayaan Konstituen Pasca Pusaran Korupsi Gatot (2)

Cegah Tersangka Korupsi

Solusi yang telah diambil guna mengeliminir terulangnya kasus anggota dewan mendapat predikat tersangka korupsi adalah langkah pencegahan. Mencegah para kader agar tidak terlibat dalam praktik-praktik menjurus tindak pidana korupsi (tipikor).

Pertama, semua caleg sudah melalui kaderisasi. Kedua, penjaringan berupa tes kapasitas dan integritas seperti kejujuran, sikap dan perilaku secara online, bekerjasama dengan pihak ketiga yakni Himpunan Psikolog Indonesia (Himpsi).

“Ya. seluruh kader PDIP yang diusulkan sebagai bakal caleg pada Daftar Calon Sementa (DCS) mulai caleg DPR RI, provinsi hingga kabupaten/kota harus lebih dulu menjalani tes kapasitas dan integritas. Dengan materi seputar falsafah, ideologi negara yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945,” katanya.

Ketiga, setelah dimasukkan dalam Daftar Calon Tetap (DCT), calon legislator di seluruh tingkatan dibekali seputar program-program parpol maupun Pemerintahan Jokowi. Ditandai dengan penandatangan pakta integritas internal PDIP untuk tidak terlibat tipikor.

Artinya tahapan pencegahan melakukan perbuatan menjurus tipikor sudah dilakukan terhadap seluruh caleg. Hal ini guna menyahuti semangat penyelenggaraan pemerintah yang bersih, berwibawa dan bebas dari pusaran korupsi.

“Jika itu dilanggar. maka pemecatan yang terjadi. Sudah dilakukan pencegahan agar tidak menyerempet praktik-praktik terindikasi tipikor. Namun bila kemudian dilanggar, maka tahapan selanjutnya adalah penindakan (sanksi),” tegas politisi yang sedang mengikuti pendidikan S-3 di Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) ini.

“Ini juga komitmen Pemerintahan Jokowi dalam rangka membangun pemerintahan yang bersih, berwibawa dan bebas dari korupsi. Sekaligus mengeliminir tercederainya rasa keadilan rakyat. Di sisi lain, pembangunan suatu bangsa memerlukan suatu komitmen bersama. Yakni antara eksekutif dengan legislatif agar tujuan meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bisa tercapai,” lanjut Plt Ketua DPD PDIP Deliserdang ini.

Tidak mudah bagi caleg PDIP sekarang ini untuk berjuang bersama-sama memenangkan partai sekaligus dirinya sebagai caleg dan Pilpres. Wajib hukumnya untuk memenangkan Pasangan Jokowi-KH Ma’ruf Amin. Dan itu instruksi dari DPP PDIP.

Penerapan e-Budgeting

Di bagian lain, pria hobi futsal, bulutangkis dan sepeda alam ini menekankan soal ‘political will’ atau kemauan politik dari eksekutif. Dalam hal ini Pemprovsu dan legislatif, yakni DPRD Sumut. ‘Political will’ merupakan pintu masuk mengeliminir peluang terjadinya praktik menjurus korupsi.

“Polotical will-nya dulu yang harus sama-sama disepakati antara eksekutif dengan legislatif. Ke depan kita harapkan Pak Edy Rahmayadi yang baru dilantik jadi Gubsu duduk bersama DPRD Sumut membuat satu pola e-budgeting dalam pembahasan APBD,” tugasnya.

Artinya bila ada usulan mata anggaran di dinas, kantor atau badan di Pemprovsu, bisa diakses bukan hanya di kalangan dewan sebagai fungsi kontrol, legislasi, dan anggaran. Tapi juga publik, karena data visualnya dapat di-‘browsing’.

Selanjutnya eksekutif juga bisa beradaptasi dengan pola e-budgeting tersebut. Yakni sesegera mungkin mengajukan rencana pembahasan anggaran tersebut ke DPRD Sumut. Hasilnya pun diyakini akan lebih tepat sasaran. “Karena publik juga bisa memberikan saran dan masukan,” demikian Surarto.

reporter: Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment