Sidang Korupsi Bappeda Tapteng, Dirut PT CN 4 Kali Ditegur Hakim

berbelit-belit

topmetro.news – Martina Butarbutar, Dirut PT Cipta Nusantara yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi senilai Rp3,7 miliar terkait pembangunan Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tapteng, Senin (17/12/2018) di Pengadilan Tipikor Ruang Cakra 9 PN Medan, sekira 4 kali dipanggil ke meja majelis hakim. Hal itu karena keterangan yang diberikan terkesan berbelit-belit.

Di awal hingga pertengahan persidangan saksi untuk terdakwa Nudi Hadisubroto, mengaku tidak tahu banyak seputar pengerjaan proyek pembangunan Kantor Bappeda Tapteng TA 2015 tersebut. Jabatan dirut melekat pada diri saksi hanya formalitas. Karena ‘owner’ perusahaan sesungguhnya adalah adiknya yakni Sorta Elisabet Butarbutar dan suami adiknya J Hutagalung.

Majelis hakim adhoc tipikor diketuai Abdul Azis SH dan dua anggota Denny Iskandar SH dan Nazar Efriandi SH perlahan namun pasti mengungkapkan nada kurang menyedapkan. Ada sesuatu yang disembunyikan saksi. Padahal telah diambil sumpah sebelum memberikan keterangan di persidangan.

Saksi Berbelit-belit

Untuk pertama kali saksi paruh baya itu dipanggil anggota majelis hakim terkait dengan keterangan yang diberikan saat diperiksa di Kejari Tapteng. Anggota majelis hakim adhoc Denny Iskandar memanggilnya mengenai poin ke-7 ketika memberikan keterangan di hadapan tim JPU dari Kejari Tapteng dimotori Riachad Sihombing SH.

“Mana yang benar keterangan saudara di BAP kejaksaan atau di persidangan? Di BAP kata saudara kenal dengan terdakwa Budi Hadibroto. Tapi di persidangan tidak kenal. Di poin 12 dan 13 saudara bilang tadi tidak tahu menahu soal PT CN pernah dipinjamkan untuk mengikuti tender di tahun 2015. Sedangkan di BAP yang saudara tandatangani. Mana yang benar,” katanya.

Orang pertama di PT NC tersebut hanya bisa terdiam beberapa saat. Kemudian mengatakan, tidak tahu-menahu sekalipun jabatannya dirut. Sedangkan gaji yang diterimanya tiap bulan Rp1,5 juta. Artinya jabatan yang diemban saksi hanya formalitas. Sedangkan roda perusahaan sepenuhnya berada di tangan adik dan suami adiknya.

Kedua kalinya saksi dipanggil majelis hakim guna dikonfrontir dengan keterangan yang pernah diberikan saksi Sri selaku Ketua Panitia Lelang. Hal itu seputar adanya surat kuasa yang diberikannya kepada salah seorang staf PT CN atas nama M Hasyim dan Rianto untuk pembuktian (dokumen) kualifikasi pekerjaan kantor Bappeda Tapteng.

Ketiga dan keempat kalinya dipanggil ke meja hakim, saksi Martina mulai melunak ketika dikonfrontir dengan saksi lainnya yakni Notaris Binsar Simanjuntak SH. Menurut Binsar, Akte Nomor 211 tentang adanya perubahan struktur kepemimpinan yakni ditambahkannya nama terdakwa Budi Hadibroto sebagai salah satu unsur Direktur PT NC ditandatangani langsung Sorta Elisabet Butarbutar.

Demikian dengan Akte Nomor 212 (diperbuat pada hari yang sama-red), saksi ada membubuhkan tanda tangan, setelah isi akte dimaksud dibacakan saksi notaris Binsar. Hanya saja memang Sorta yang lebih dulu datang ke kantor saksi menyusul Martina dan Budi Hadibroto.

Perintahkan JPU

Suasana sidang kembali menghangat ketika Japansen Sinaga SH (kuasa hukum dua terdakwa lainnya yakni Ir Harmi Parasian Marpaung MEng selaku Kadis nonaktif PUPR Tapteng dan Bistok Maruli Tua Simbolon selaku Pejabat Pembuat Komitmen), menyatakan saksi tak pantas.

“Itu bukan kapasitas saudara menyatakan pantas tidaknya saksi di hadapkan di persidangan. Silakan saudara penasihat hukum nanti menuangkan dalam nota pledoi (pembelaan-red) pada persidangan sebelumnya,” tegas Abdul Azis.

Di bagian lain Abdul Azis memerintahkan afar JPU Riachad SH menghadirkan J Hutagalung, sesuai keterangan Martina. Yakni orang paling memahami roda PT NC.

Para terdakwa dijerat pidana Pasal 9 Jo Pasal 18 Ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana. Perbuatan terdakwa menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp3,7 miliar. Hal itu karena pekerjaan tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan proyek.

reporter: Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment