Habibie dan Mimpi Kembangkan Pesawat yang Dikubur IMF

jasa Habibie

topmetro.news – Presiden ke- 3 Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (12/9/2019). Ucapan dukacita pun terus mengalir dari sejumlah pejabat hingga tokoh masyarakat, mengingat jasa Habibie untuk negara.

Presiden Jokowi misalnya, mengenang Habibie sebagai sosok negarawan yang patut dijadikan teladan. “Saya rasa Beliau adalah negarawan yang patut dijadikan teladan. Selalu tiap persoalan di negara kita baik soal ekonomi atau kebangsaan, Beliau langsung menyampaikan solusi dan pendapatnya,” katanya.

Sementara Menhub Budi Karya Sumadi menyampaikan rasa terima kasih atas kontribusi Habibie untuk sektor transportasi di Indonesia. Baik udara, darat, maupun laut.

“Saya sangat berterima kasih kepada Beliau karena jasa almarhum berkiprah di industri strategis. Seperti PT Industri Kereta Api (Persero) atau PT INKA, PT Penataran Angkatan Laut (Persero) atau PT PAL, dan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (Persero) atau PT INTI,” ungkap Budi.

BACA JUGA | KABAR DUKA..!!! BJ Habibie Telah Tiada…

Kembali ke Indonesia

Tak salah ucapan terima kasih tersebut disampaikan. Pasalnya semasa hidup, pria yang lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan pada 1936 silam tersebut memang memiliki jasa besar bagi bangsa.

Di tengah prestasi dan karirnya yang cemerlang di Jerman ia memutuskan kembali ke Indonesia pada 1973 setelah diminta Presiden kedua Indonesia, Soeharto. Ia mengabdi menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi sejak 1978 hingga 1998.

Ketika menjadi seorang menteri, Habibie juga menduduki jabatan Direktur Utama di PT PAL. Saat menduduki posisi itulah, ia berperan besar dalam mengembangkan industri pertahanan matra laut Indonesia.

Perusahaan yang menguasai teknologi kapal selam itu disebut-sebut merupakan buah dari usaha Habibie. PT PAL sendiri memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan alutsista matra laut. Juga berperan sebagai pemandu utama (lead integrator) matra laut.

Direktur Utama PT PAL Budiman Saleh menuturkan, jasa Habibie begitu besar bagi perusahaan. Banyak peninggalan yang dihasilkan oleh Habibie selama menjadi nahkoda di PT PAL.

“Peninggalan yang terutama dan yang terpenting adalah sikap pantang menyerah untuk menguasai keilmuan maritim. Termasuk teknologi perkapalan, teknologi warfare baik persenjataan dan penginderaan. Sistem perkapalan, sistem transportasi kelautan, dan lain-lain,” ucap Budiman, Kamis (12/9/2019).

Berbagai warisan itu, tambah dia, tertanam di jiwa karyawan yang pernah bekerja langsung bersama Habibie saat itu. Bahkan, hal itu kerap menjadi contoh bagi generasi penerus perusahaan.

Tak sampai di situ, jasa Habibie juga berperan dalam pembangunan pabrik PT INKA di Madiun, Jawa Timur yang berdiri pada 1981 silam. Di sektor penerbangan, jasa besar juga ditorehkan Habibie.

Industri Pesawat

Pada 1976, ia mendirikan PT Indonesia Pesawat Terbang Nurtanio. Dengan pekerja awal 20 orang, pabrik ini kemudian kemudian tumbuh menjadi satu-satunya pabrik pesawat besar di Asia Tenggara kala itu. Pabrik itu kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1985. Hingga akhirnya kini dikenal sebagai PT Dirgantara Indonesia.

Proyek N-250 bisa dibilang cikal bakal lahirnya pesawat lain buatan Indonesia, yaitu R80 yang diproduksi PT Regio Aviasi Industri (RAI). Perusahaan ini didirikan Habibie bersama putranya, Ilham Habibie.

Pengamat aviasi AIAC Aviation Arista Atmadjati mengungkapkan melalui pabrikan pesawat itu, Habibie menjadi pionir era teknologi industri penerbangan modern di Indonesia. Jenis mesin yang digunakan adalah turbo propeller.

“Kebanyakan pesawat Pak Habibie digunakan untuk pesawat patroli laut,” ujar Arista.

Karena keandalannya, di era 90-an, Indonesia sudah mengekspor pesawat buatan Habibie ke sejumlah negara. Di antaranya, Qatar, Kuwait, Korea Selatan, Pakistan, Thailand, Filipina, bahkan ke Amerika Serikat.

Namun sayang, industri penerbangan yang dirintis Habibie terkena pukulan dari krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1997-1998. Krisis saat itu membuat pemerintah harus menutup IPTN.

‘Dibunuh’ IMF

Cerita penutupan diawali oleh rencana pencairan pinjaman US$5 miliar oleh Dana Moneter Internasional (IMF) untuk mengatasi krisis ekonomi. IMF memberikan syarat, kalau Indonesia mau mendapatkan pinjaman tersebut, pemerintah tidak boleh lagi memberikan subsidi kepada IPTN.

Dengan syarat dan kesepakatan pencairan pinjaman tersebut, pemerintah tidak lagi memberikan bantuan kepada IPTN yang saat itu sedang menyelesaikan proyek Turboprop N-250. Padahal kala itu, pesawat tersebut sedang menjalani uji terbang akhir guna mendapatkan sertifikat layak terbang dari Federation Aviation Agency Amerika.

“Salah satu syarat IMF mau memberikan bantuan adalah Indonesia harus menghentikan proyek mercusuar. Salah satunya industri pesawat terbang, harus diberhentikan,” katanya, mengenang jasa Habibie.

sumber | CNN Indonesia

Related posts

Leave a Comment