Waspadai Virus Demam Babi Masuk ke Sumut

Virus Demam Babi Afrika

topmetro.news – Pemprov Sumut melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan bergerak cepat menyikapi African Swine Fever (ASF) atau Virus Demam Babi Afrika ke Indonesia. Ada pun hasil monitoring yang dilakukan, sejauh ini Sumut masih negatif akan virus ASF tersebut.

Kadis Ketapang dan Peternakan Sumut Azhar Harahap mengatakan, pihaknya sudah melakukan langkah-langkah guna mengantisipasi virus tersebut masuk ke Sumut. Dirinya mengaku sudah membentuk tim dan mengumpulkan para pakar, bersama pihak kementerian juga agar turun ke empat kabupaten yang dominan populasi babi seperti di Humbang Hasundutan, Dairi, Deliserdang, dan Simalungun untuk menguji sampel virus tersebut.

“Dari hasil pemeriksaan di empat kabupaten tersebut, sudah dilakukan juga rapat koordinasi. Sekaligus lokakarya di Hotel Grand Aston Medan guna mendeteksi virus ini. Kami sengaja cepat memanggil pusat untuk memberi laporan dan pengamatan terhadap kemungkinan penyebaran virus ASF ke Sumut,” katanya menjawab wartawan, di kantornya Jalan Gatot Subroto Medan, Selasa (8/10/2019).

Turunkan Tim

Kabid Kesehatan Hewan Dinas Ketapang dan Peternakan Sumut Mulkan Harahap menambahkan, bersama Direktorat Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI, pihaknya telah melihat dan menelusuri langsung apa yang sebenarnya terjadi. Tak cukup sampai di situ, diakuinya pihak direktorat terkait juga menurunkan tim untuk melakukan pekerjaan serupa.

“Lalu di 22 September kemarin kami lanjut ke Humbahas untuk mengambil sampel. Dan di tanggal 23 September kami lanjutkan ke Batubara, Deliserdang, Binjai dan Tapanuli Utara. Hasil isolasi sementara, di Sumut belum menunjukkan ada penyakit ASF tersebut,” katanya.

Kemudian pada Jumat yang lalu, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Direktorat Kesehatan Hewan pusat, mendiskusikan bagaimana sebenarnya penyebaran virus ASF. Diakui dia kalau itu terjadi di lapangan, virus demam babi ini lebih sulit ditangani daripada flu burung. Sebab lapisan dari virus ini sangat banyak, tidak seperti menangani flu burung.

“Tapi alhamdulillah. Sekarang ini sudah bisa kita isolasi, membuat pembatasan lalu lintas ternak babi antar area. Jadi bukan antarprovinsi. Fungsinya ketika ada hewan yang mati, maka itu langsung dikubur. Jangan dibuang ke sungai atau bahkan diperjualbelikan. Seluruh kabupaten/kota sudah kita buatkan edaran tentang standar operasional prosedur (SOP) ini. Jadi inilah langkah-langkah yang telah kita lakukan. Dan seperti yang dikatakan kepala dinas tadi bahwa sekarang kita sedang membuat lokakarya yang sekaligus membahas soal virus ASF ini,” terangnya.

Virus Lama

Virus demam babi Afrika ini, sambung Mulkan, sebetulnya sudah pernah terjadi sejak lama. Namun pada Juni 2018 lalu, virus dimaksud masuk ke Daratan Cina lalu meluas ke Vietnam dan terakhir di Timor Leste. “Jadi secara historis, Indonesia bebas akan virus ASF ini,” tegasnya seraya menyebut terkait penyakit endemik terhadap hewan kaki empat selalu melaksanakan komunikasi, edukasi dan penyuluhan pada masyarakat.

Diberitakan sebelumnya, peternak babi di Sumut diminta mulai mewaspadai virus ASF atau virus demam babi Afrika ke Indonesia. Sebab, virus tersebut sudah masuk ke sejumlah negara Asia Tenggara.

Kabid Karantina Hewan Balai Besar Karantina Pertanian Belawan drh Suwarno Triwidodo mengatakan, pada Agustus 2018 lalu, penyakit tersebut mewabah di Tiongkok. Selanjutnya, September tahun ini penyakit sudah menyebar ke negara Asia Tenggara. Seperti Kamboja, Vietnam, Laos, Filipina, Thailand hingga Timor Leste.

“Penyakit demam babi ini disebabkan oleh virus ASF, yang mewabah di Afrika. Penyakit ini sangat mudah penyebarannya. Tak hanya melalui babi itu sendiri. Tetapi juga produk turunannya,” ujarnya, Minggu (6/10/2019).

Dampak ke Manusia

Diutarakannya, virus ASF tidak bisa menular kepada manusia. Melainkan hanya kepada sesama babi saja, termasuk babi hutan. Gejala penyakit demam babi Afrika ini mulai dari demam tinggi pada babi. Kemudian ada bintik-bintik merah pada kulit hingga diare berdarah. “Gejala demam babi Afrika hampir mirip dengan penyakit babi hog choleran. Penyakit tersebut selain menyerang babi ternak, juga babi hutan. Tetapi apabila menyerang babi hutan, biasanya tidak menunjukkan gejalanya. Namun, babi hutan bisa menjadi carrier atau pembawa (sehat tapi bisa menularkan),” papar Suwarno.

Meski tidak menular kepada manusia, namun penyakit tersebut akan sangat merugikan bagi para peternak babi jika sudah terjangkit virusnya. Sebab tingkat penyebaran penyakit itu sangat cepat atau masif. Tingkat kematiannya mencapai 100 persen. Ditinjau dari sisi ekonomi, jelas sangat merugikan karena mengancam iklim usaha para peternak babi khususnya di Sumut.

“Di Sumut terkenal sebagai provinsi sentral peternakan babi. Populasi babi di Sumut saat ini sudah di angka sekitar 1,23 juta ekor. Makanya, dengan jumlah babi tersebut benar-benar perlu antisipasi semaksimal mungkin, jangan sampai masuk penyakit ini. Sebab jumlah segitu terbilang tinggi di Indonesia,” ungkapnya.

reporter | Erris JN

Related posts

Leave a Comment