Terkait Pengerahan Massa, Ketua PWI Sumut: Jangan Biarkan Preman ‘Kuasai’ Pengadilan

institusi pengadilan

topmetro.news – Jangan biarkan preman ‘menguasai’ institusi pengadilan. Karena perkaranya sudah dilimpahkan, maka biarlah pengadilan nantinya memutuskan apakah perkara tindak pidana pencemaran nama baik dan penghinaan lewat postingan WhatsApp Grup komunitas Marga Tan sebagaimana didakwakan JPU, terbukti atau tidak.

Penegasan itu disampaikan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut Hermansjah. Kamis (23/1/2020), menyikapi kasus pengerahan massa preman yang sengaja ‘menguasai’ arena sidang dengan cara berkumpul di pintu Cakra 6 PN Medan hanya untuk menghalang-halangi awak media meliput sidang lanjutan terdakwa perkara pencemaran nama baik dan penghinaan Tan Sri Chandra alias Tan Ben Chong (73).

“Apa pun agenda sidangnya. Masyarakat pencari keadilan harus leluasa mengikuti jalannya sidang. Dan PN Medan berhak melindungi pencari keadilan. Apalagi ketika awak media melaksanakan tugas-tugas peliputan,” tegasnya ketika dihubungi lewat WhatsApp (WA).

Buat Call Center

Kasus pengerahan massa preman ‘menguasai’ arena persidangan bisa dijadikan pelajaran ke depan agar tidak terulang lagi.

“Tugas-tugas jurnalistik yakni sebagai sarana mendidik publik adalah salah satu pekerjaan mulia dan dilindungi oleh UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers. Menghalangi kebebasan tugas-tugas peliputan artinya mencederai UU Pers,” katanya.

Salah satu solusi, imbuh Hermansjah, pimpinan di PN Medan dan Polrestabes Medan idealnya duduk bersama guna melakukan koordinasi. Misalnya membuka sambungan call center manakala ada aksi pengerahan massa di institusi pengadilan. Termasuk menghalang-halangi tugas-tugas jurnalistik maupun warga pencari keadilan. Aparat kepolisian agar cepat memberikan tindakan preventif ke gedung pengadilan.

Sementara dilansir sebelumnya, beberapa pria berbadan tegap sengaja berdiri di pintu masuk Ruang Cakra 6. Arogansi massa tidak tanggung-tanggung. Mereka nekat mensortir pengunjung sidang. Termasuk awak media yang setiap harinya meliput berita sidang di Pengadilan Negeri Kelas I A Khusus tersebut.

Hab, salah seorang wartawan media online di Medan pun sempat terlibat cekcok dengan massa preman di pintu tersebut. Karena tidak diperbolehkan masuk, Hab kemudian meminta bantuan tenaga sekuriti pengadilan dan akhirnya diperbolehkan masuk.

“Tadi saya sudah minta tolong mau masuk ruang sidang. Kubilang dari media. Tapi macam tidak mereka dengar. Ada pula malah memelototi saya. Kalau saya ladeni takutnya ribut dan mengganggu jalannya sidang,” urainya.

Materi Sidang

Saksi korban Tony Harsono merasa nama baiknya tercemar karena postingan terdakwa di WA Grup Marga Tan menyebutkan ‘G6 merampok uang IT&B Rp2,4 miliar’.

Di tanggal 16 April terdakwa mengirim gambar/tulisan kalimat: “INGAT G6. MERAMPOK UANG IT&B JUMLAH RP 2.400.000.000 (dua koma empat miliar rupiah) di grup WhatsApp YS Lautan Mulia. YA CUKUP BELI MOBIL MEWAH”

“Mana buktinya kami merampok? Sementara uang yang kami terima itu adalah uang kompensasi supaya kami mundur dari yayasan. Persisnya kami dipaksa mundur supaya dia (terdakwa) menguasai yayasan (Lautan Mulia-red) itu,” urainya.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment