Pengamat Sosial Medan Dukung Ganja Sebagai Tanaman Bahan Baku Obat-obatan

ganja bahan baku obat

topmetro.news – Tarik ulur penetapan tanaman ganja sebagai bahan baku obat-obatan, mendapat perhatian dari berbagai lapisan masyarakat di Indonesia. Termasuk seorang pengamat sosial di Medan, Raya Timbul Manurung, atau akrab disapa Ratiman.

Menurut dia, tidak masalah kalau tanaman ganja ditetapkan menjadi tanaman bahan baku obat-obatan. Atau mungkin untuk keperluan lain yang positif. “Ya, selama untuk menjadi komoditi ekspor, komoditi obat-obatan dalam negeri dan sebagai bumbu rempah-rempah dan sayuran, saya setuju,” katanya kepada topmetro.news, Minggu (30/8/2020).

“Selama jadi rempah rempah untuk bumbu makanan, jadi sayuran dan jadi obat-obatan, memang mantap. Tetapi bila jadi rokok, waw…! Jangan…! Menurut kawanku yang bisnis kuliner, biji ganja sering dipakai untuk bumbu. Bumbunya membuat gurih rasa lapar sehingga selera makan. Mirip harum pandan di nasi lemak,” sambungnya.

Dia bahkan mengatakan, ini adalah peluang untuk komoditi ekspor bahan baku obat-obatan dalam negeri dan untuk kuliner. Apalagi menurut dia, iklim tropis di daerah Pegunungan Sumatera cocok untuk budidaya ini. “Tanaman ganja bagus selama untuk menjadi komoditi ekspor, komoditi obat-obatan dalam negeri dan sebagai bumbu rempah rempah dan sayuran,” ulangnya lagi.

Ratiman mengatakan, bahwa harusnya pemberlakuan pasal kriminal terhadap ganja, tergantung penggunaan dan motivasi. Kata dia, harus ada diskresi hukum.

“Ada diskresi hukum. Senjata api dilarang kecuali pakai ijin dan anggota Perbakin. Senjata tajam dilarang potong daging, potong rumput, petani dan di dapur. Alat peledak dilarang kecuali ijin untuk pertambangan, konstruksi dan mercon. Minuman alkohol dilarang kecuali hotel berbintang. Heroin morfin amphetamine dilarang kecuali di apotik dan rumah sakit. Amphetamine dan morfin (dilarang) kecuali tentara waktu perang,” paparnya.

Negara Legalkan Ganja

Aktifis ini memberi contoh, bagaimana di Belanda kejahatan narkotika langsung turun mendekati nol persen, ketika ganja dan ekstasi diijinkan dijual. “Dengan memberlakukan syarat minimal umur pembeli/pemakai. Di Indonesia malah sering menjadi sumber uang dan pemerasan bila jadi kasus,” sebutnya.

Diketahui, ada beberapa negara yang melegalkan ganja untuk keperluan medis. Di antaranya adalah, Chili, Italia, Belanda, Turki, Thailand, Kanada, dan Amerika Serikat (tidak di semua negara bagian).

BACA JUGA | Ganja dan Kemunafikan

Antara Psikotropika dan Obat

Sebagaimana diketahui, Kementan RI sempat membuat Keputusan No. 104/2020, dimana salah satu isinya memuat ganja jadi komoditas binaan pertanian. Namun kemudian Kementan mencabut keputusan tersebut dan akan merevisinya.

“Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo konsisten dan berkomitmen mendukung pemberantasan penyalahgunaan narkoba. Kepmentan No. 104/2020 tersebut sementara akan dicabut untuk dikaji kembali. Dan segera dilakukan revisi berkoordinasi dengan stakeholder terkait (BNN, Kemenkes, LIPI),” kata Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha, Sabtu (29/8/2020).

Kementan menjelaskan, tanaman ganja adalah jenis tanaman psikotropika dan selama ini telah masuk dalam kelompok tanaman obat sejak 2006 dengan Kepmentan No. 511/2006. Pada 2006, pembinaan yang dilakukan adalah mengalihkan petani ganja untuk bertanam jenis tanaman produktif lainnya dan memusnahkan tanaman ganja yang ada saat itu.

“Pengaturan ganja sebagai kelompok komoditas tanaman obat, hanya bagi tanaman ganja yang ditanam untuk kepentingan pelayanan medis dan/atau ilmu pengetahuan, dan secara legal oleh UU Narkotika,” kata Tommy.

Tommy mengatakan Kementan pada prinsipnya memberikan izin usaha budi daya pada tanaman sebagaimana dimaksud pada Kepmentan No. 104/2020. Namun dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment