Putusan PN Medan Dalam Kasus IPA Martubung Harus Batal Demi Hukum

Putusan PN Medan

topmetro.news – Putusan PN Medan dalam kasus dugaan korupsi IPA Martubung harus batal demi hukum. Demikian antara lain isi dari resume pendapat/kesimpulan Permohonan Peninjauan Kembali terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 4263 K/PID.SUS/2019 tanggal 14 Januari 2020 jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 3/PID.SUSTPK/2019/PT Medan tanggal 10 Juli 2019 jo. Putusan PN Medan No. 93/PID.SUS-TPK/2018/PN.MDN tanggal 8 Maret 2019.

Kesimpulan itu disampaikan dalam sidang terakhir permohonan PK oleh terpidana Flora Simbolon ST dalam perkara dugaan korupsi Proyek IPA Martubung, melalui penasehat hukum dari HP Panggabean & Partners Law Firm, antara lain Oemar Witaryo SH dan Lamsiang Sitompul SH MH, Senin (16/11/2020).

Ada beberapa alasan pemohon PK menyebut, bahwa putusan PN Medan harus dinyatakan tidak sah. Antara lain, adanya putusan prapid yang menyatakan status tersangka tidak sah. Lalu, tatus Hernold F Makawimbang yang bukan akuntan publik. Kemudian penetapan tersangka yang dilakukan jauh sebelum perhitungan kerugian negara. Serta tidak pernah ada pembuktian dalam pengadilan soal bersama-sama melakukan tipikor.

Mereka juga menyinggung soal uang retensi, yang mereka sebut bukanlah hasil korupsi dan harus segera dibayarkan kepada KSO Promits – LJU sebagai penyedia jasa, sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu karena pekerjaan KSO Promits – LJU sudah diterima dengan baik oleh PDAM Tirtanadi Medan.

Legalitas Akuntan Publik

Terkait status akuntan publik mereka menyebutkan, bahwa Penyidik Kejaksaan Negeri Belawan telah menyerahkan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada Hernold F Makawimbang, sebagaimana disampaikan JPU dalam persidangan praperadilan dan dicatat dengan baik oleh Hakim Tunggal Praperadilan Pengadilan Negeri Medan pada halaman 19 – 20 Putusan Praperadilan No. 73/Pid.Pra/2018/PN Mdn tanggal 26 Oktober 2018, yang diperkuat Surat Komisi Kejaksaan RI No. R-8/KK/10/2019 tanggal 4 Oktober 2019 bahwa ‘Pihak Kejaksaan Negeri Belawan menyerahkan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara kepada akuntan publik yaitu Dr Hernold F Makawimbang SSos MSi MH’.

Ternyata, aspek legalitas formal Akuntan Publik Hernold F Makawimbang tidak terpenuhi/cacat formal, sebagaimana dinyatakan dalam Novum 1, yaitu ‘Surat IAPI No. 1125/VI/IAPI/2020 tanggal 29 Juni 2020’, yang pada intinya menerangkan bahwa Hernold F Makawimbang TIDAK TERDAFTAR sebagai anggota IAPI sampai dengan saat ini.

Karena aspek legalitas formal kedudukan Hernold F Makawimbang tidak terpenuhi/cacat formal/tidak sah, maka hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat dan ditandatangani sendiri Hernold F Makawimbang tanggal 11 Februari 2019, lalu digunakan Penyidik Kejari Belawan yang kemudian menjadi JPU untuk menetapkan tersangka, menyusun dakwaan, menyusun tuntutan, selanjutnya diambil alih Majelis Hakim PN Medan sebagai pertimbangan serta digunakan sebagai dasar menetapkan Kerugian Keuangan Negara dan menetapkan besarnya uang pengganti yang dibebankan kepada terpidana sebagaimana dituangkan dalam Putusan PN Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2018/PN Mdn, harus dinyatakan CACAT HUKUM/CACAT FORMAL dan TIDAK SAH.

Pemohon menyebut, dalam UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tipikor Pasal 28 pada intinya mengatakan, ‘Semua alat bukti yang diajukan di dalam persidangan, termasuk alat bukti yang diperoleh dari hasil penyadapan, harus diperoleh secara sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan’. Lalu Pasal 32 Ayat 1 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dimana penjelasannya mengatakan, ‘Yang dimaksud dengan ‘secara nyata telah ada kerugian keuangan negara’ adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk’. Kemudian Pasal 2 UU Tipikor, bahwa unsur Perhitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN) adalah delik inti dalam perkara tipikor, yang membedakan dalam perkara pidana lainnya. Sehingga dengan fakta ini, maka PKKN yang dibuat dan ditandatangai Hernold F Makawimbang tanggal 11 Pebruari 2019 harus dinyatakan TIDAK SAH SEBAGAI ALAT BUKTI.

Dakwaan dan Putusan Batal

Sehingga, lanjut mereka, karena alat bukti PKKN yang diajukan oleh JPU dalam perkara a quo adalah tidak sah, maka unsur kerugian keuangan negara dalam dakwaan dan tuntutan sebagaimana Pasal 2 UU Tipikor harus dinyatakan tidak terpenuhi dan tidak sah. Karena unsur kerugian keuangan negara dalam dakwaan dan tuntutan sebagaimana Pasal 2 UU Tipikor tidak terpenuhi, dan tidak sah, maka dakwaan dan tuntutan yang diajukan JPU dalam perkara a quo harus dinyatakan tidak sah, tidak terbukti, dan batal demi hukum.

Karena dakwaan dan tuntutan JPU tidak sah, tidak terbukti dan batal demi hukum, maka Putusan PN Medan No. 93/PID.SUS-TPK/2018/PN.MDN tanggal 8 Maret 2019 jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 3/PID.SUS-TPK/2019/PT Medan taggal 10 Juli 2019, jo Putusan Mahkamah Agung No. 4263 K/PID.SUS/2019 tanggal 14 Januari 2020 harus dinyatakan TIDAK SAH, TIDAK TERBUKTI dan BATAL DEMI HUKUM.

Disebutkan, bahwa kesimpulan sebagaimana angka 8 di atas sudah sesuai dan sejalan dengan Putusan Praperadilan No. 73/Pid.Pra/2018/PN Mdn tanggal 26 Oktober 2018 yang pada intinya telah menetapkan bahwa permohonan praperadilan oleh pemohon dikabulkan. Dimana status tersangka pemohon praperadilan (Flora Simbolon) sejak tanggal 26 Oktober 2018 adalah TIDAK SAH dan tidak mengikat secara hukum. Dan seluruh penetapan lebih lanjut oleh termohon atas diri pemohon dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum.

Perbuatan Bersama-sama tak Terbukti

Selanjutnya Novum 2 yakni pernyataan Ir M Suhairi MM selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) PDAM Tirtanadi Medan yang pada intinya menyatakan bahwa tidak pernah ada panggilan, tidak pernah dihadirkan sebagai saksi, tidak pernah diperiksa sebagai saksi, tidak pernah didengar keterangannya sebagai saksi, dalam sidang perkara Flora Simbolon yang diadili dalam berkas terpisah dengan berkas perkara Ir M Suhairi MM.

Sehingga unsur dakwaan dan tuntutan sebagaimana dinyatakan JPU dalam Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP TIDAK PERNAH DIBUKTIKAN dan TIDAK PERNAH TERBUKTI. Oleh karenanya Pasal 55 Ayat 1 ke 1 sebagaimana dakwaan dan tuntutan JPU harus dinyatakan tidak terbukti.

Hal ini telah sesuai dengan pernyataan Ir M Suhairi MM pada saat pemeriksaan saksi fakta/saksi mahkota tanggal 9 November 2020 ketika bersaksi di PN Medan dalam sidang peninjauan kembali perkara a quo. Pada intinya Ir M Suhairi MM menyatakan bahwa tidak ada kesalahan Flora Simbolon dalam perkara a quo. Serta tidak ada hubungan kerja yang erat baik langsung maupun tidak langsung antara Flora Simbolon dengan Ir M Suhairi MM. Karena kedudukan Flora Simbolon hanya sebagai staf administrasi dan keuangan pada KSO Promits – LJU. Sedangkan kedudukan Ir M Suhairi MM adalah PPK pada PDAM Tirtanadi Medan.

Dengan demikian perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan Ir M Suhairi MM yang dituduhkan oleh JPU harus dinyatakan tidak pernah dibuktikan dan tidak terbukti.

Kemudian, karena unsur kerugian keuangan negara yang dituduhkan JPU dalam dakwaan dan tuntutannya tidak memenuhi syarat legalitas formal, maka unsur dakwaan dan tuntutan sebagaimana Pasal 18 UU Tipikor No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, harus dinyatakan TIDAK DIPERTIMBANGKAN LAGI.

Menurut mereka, Hernold F Makawimbang dapat dikenakan pidana dengan ancaman enam tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta sesuai dengan Pasal 57 Ayat 2 UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Hal itu karena Hernold F Makawimbang telah dinyatakan IAPI tidak terdaftar sebagai anggota IAPI, diperkuat dengan keterangan dan pendapat Ahli IAPI Dr Zulfikri Aboebakar CPA SH MH pada sidang tanggal 9 November 2020, akan tetapi Hernold F Makawimbang telah berpraktek seolah-olah akuntan publik.

Kekhilafan Hakim

Pemohon PK juga menyebutkan, telah terjadi kekhilafan sangat serius dari Majelis Hakim PN Medan dalam Putusannya No. 93/Pid.SUS-TPK/2018/PN Mdn tanggal 8 Maret 2019 yang mengadili perkara a quo pada tingkat ‘judex facti’.

Mereka menyebut, Majelis Hakim PN Medan tidak cukup dan tidak cermat mempertimbangkan Putusan Praperadilan No. 73/Pid.Pra/2018/PN Mdn tanggal 26 Oktober 2018 yang pada intinya telah menetapkan bahwa status tersangka pemohon praperadilan sejak tanggal 26 Oktober 2018 adalah TIDAK SAH dan tidak mengikat secara hukum dan seluruh penetapan lebih lanjut oleh termohon atas diri pemohon (Flora Simbolon), dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar hukum.

Majelis Hakim PN Medan menurut pemohon PK, juga tidak cukup dan tidak cermat mempertimbangkan Laporan Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara LHPKKN) yang dibuat dan ditandantangani Hernold F Makawimbang tanggal 11 Februari 2019, jauh berselang waktunya dari penetapan tersangka Flora Simbolon pada tanggal 31 Juli. ‘In casu’, Hernold M Makawimbang bukanlah seorang akuntan publik dan prosedur serta substansi/konten yang dituangkan dalam laporannya tidak memenuhi standar pemeriksaan keuangan negara dan standar pemeriksaan akuntan publik.

Retensi Bukan Hasil Korupsi

Selanjutnya, pemohon PK juga menyinggung soal uang retensi 5 persen yang disita oleh Kejaksaan Negeri Belawan dari rekening PDAM Medan, harus dinyatakan bukanlah sebagai hasil perbuatan korupsi. Sebab, uang tersebut masih berada di dalam rekening PDAM/negara, belum ada bukti aliran kepada pihak ke tiga. Sehingga uang tersebut adalah murni sepenuhnya masih dimiliki dan dikuasai oleh PDAM/negara, karena sepenuhnya masih berada di dalam rekening PDAM/negara.

Mereka menyebut, apabila uang tersebut pernah disita oleh Kejaksaan Negeri Belawan, maka harus diperintahkan oleh pengadilan untuk dikembalikan ke rekening PDAM Tirtanadi Medan. Selanjutnya harus SEGERA DIBAYARKAN kepada KSO Promits – LJU sebagai penyedia jasa berikut bunganya selama ini, sesuai ketentuan yang berlaku. Hal itu karena pekerjaan KSO Promits – LJU sudah diterima dengan baik oleh PDAM Tirtanadi Medan sesuai Berita Acara No. 01/BA – PHO/P3A.MTB/IX/2016 tanggal 5 September 2016 oleh pihak pengguna jasa PDAM Tirtanadi Medan.

Hasil pekerjaan sudah sesuai dengan kontrak, sudah berproduksi 200 liter/detik sesuai target dan sudah menguntungkan negara dalam hal ini PDAM Tirtanadi Medan. Hal ini juga sebagaimana dinyatakan Dirut PDAM Tirtanadi Medan dalam Surat Keterangannya No. KET – 01/DIR/2019 tanggal 13 Maret 2019.

Pemohon PK menyinggung adanya perbedaan pendapat/pandangan/pemahaman terhadap Hasil Perhitungan dan Penetapan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat dan ditandatangani Hernold F Makawimbang dan telah menimbulkan adanya putusan yang saling bertentangan antara Putusan PN Medan, Putusan PT Medan, dan Putusan Kasasi Mahkamah Agung, dalam hal penetapan besarnya uang pengganti yang dibebankan kepada terdakwa.

Putusan PN Medan yang mendasarkan pertimbangannya atas laporan hasil audit Hernold F Makawimbang telah menetapkan besarnya uang pengganti sebesar Rp7.454.935.847,53, dibebankan kepada Flora Simbolon. Sedangkan Putusan Banding PT Medan telah menghapuskan uang pengganti tersebut menjadi NOL RUPIAH dengan alasan JPU tidak dapat membuktikan adanya aliran dana dan unsur memperkaya diri sendiri sebagai akibat perbuatan yang dilakukan Flora Simbolon. Sementara itu tidak ada orang lain ataupun korporasi yang menjadi terdakwa dalam perkara a quo. Dengan demikian unsur memperkaya diri sendiri, orang lain ataupun korporasi TIDAK TERBUKTI.

Lalu Putusan PT Medan ini telah sejalan dan diperkuat oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agungi.

Menurut pemohon PK, adanya putusan yang saling bertentangan ini telah menunjukkan bahwa Legalitas Formal Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat dan ditandatangani oleh Hernold F Makawimbang tidak diterima dan tidak diakui menjadi dasar pertimbangan oleh Majelis Hakim PT Medan dan Majelis Hakim Agung pada tingkat Kasasi. Dengan kata lain bahwa Legalitas Formal Perhitungan Kerugian Keuangan Negara yang dibuat dan ditandatangani Hernold F Makawimbang adalah CACAT FORMAL dan TIDAK SAH. Sehingga tidak dapat dijadikan menjadi alat bukti kerugian keuangan negara. Dengan demikian harus disimpulkan bahwa TIDAK TERBUKTI adanya unsur kerugian keuangan negara dalam perkara a quo.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment