Nyaris ‘Hattrick’ Jelang Akhir Tahun, 2 Terdakwa Perkara Berbeda Divonis Bebas

dua perkara pidana umum

topmetro.news – Sepekan menjelang penghujung tahun 2020, dua Majelis Hakim PN Medan dengan dua perkara pidana umum berbeda. nyaris ‘mencetak ‘hattrick’ ke ‘gawang’ JPU pada Kejati Sumut dan Kejari Medan.

Majelis hakim dengan ketua, Jarihat Simarmata, Rabu (23/12/2020), di Ruang Sidang Cakra 3 memvonis bebas terdakwa Joni (48). Kasusnya terkait perkara tindak pidana memiliki, menguasai, menyimpan, menyembunyikan, membawa-bawa senjata api rakitan tanpa izin dari pihak yang berwenang.

Secara terpisah di Ruang Sidang Cakra 9, majelis hakim (pembacaan oleh Deson Togatorop) juga menjatuhkan vonis bebas terhadap terdakwa Robert Hutahaean alias Robert Hutahean. Kasusnya terkait perkara tindak pidana menyuruh menempatkan keterangan palsu ke dalam sesuatu akte autentik. Yakni tentang sesuatu kejadian yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akte itu.

Dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan akte itu. Seolah-olah keterangannya itu cocok dengan hal sebenarnya. Maka kalau dalam mempergunakannya itu dapat mendatangkan sesuatu kerugian.

Air Softgun

Dalam perkara kepemilikan senjata jenis Air Softgun dengan terdakwa Joni, majelis hakim dengan ketua, Jarihat Simarmata dalam amar putusannya menyatakan, tidak sependapat dengan JPU dari Kejati Sumut, Anwar Ketaren. Unsur tindak pidana Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951 menurut keyakinan hakim, tidak terbukti.

“Membebaskan terdakwa dari dakwaan dan memulihkan hak terdakwa dalam kedudukan, harkat, dan martabatnya,” kata Jarihat.

Kemudian, menjawab pertanyaan hakim ketua, JPU Anwar Ketaren menyatakan melakukan upaya hukum kasasi atas vonis bebas tersebut. Usai pembacaan putusan, terdakwa warga Komplek Brayan City Kelurahan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat ini tampak sumringah. Sambil menundukkan badan dan mengucapkan terimakasih kepada majelis, ia keluar dari ruang sidang.

Sementara pada persidangan lalu JPU Anwar Ketaren menuntut terdakwa Joni agar menjalani hukuman dua tahun penjara.

Penahanan Terdakwa

Pantauan awak media, perkara Joni sempat menjadi perhatian publik. Sejak kasusnya menjalani proses di penyidik hingga sidang perkaranya berlangsung di PN Medan, terdakwa tidak berada di sel tahanan. Alias tidak menjalani penahanan.

Mengutip dakwaan, pada 7 Februari 2020 sekitar pukul 07.30 WIB lalu saat terdakwa digerebek petugas Polda Metro di rumahnya karena terdakwa diduga terlibat perjudian online. Kemudian, petugas menemukan sebuah tas jinjing yang tersimpan di dalam lemari berisikan senjata jenis Air Softgun. Tidak ada ijin dari instansi terkait. Senjata tersebut ia beli dari seorang pengurus satpam seharga Rp1,5 juta.

 

Secara terpisah majelis hakim berbeda di Ruang Cakra 9 memvonis bebas terdakwa Robert Hutahaean, warga Dusun III Jalan Nangka, Kelurahan Helvetia, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deliserdang/Jalan Komplek Brayan City, Kelurahan Pulo Brayan, Kecamatan Medan Barat, Kota Medan.

Majelis hakim (dibacakan Deson Togatorop) menyatakan tidak sependapat dengan dakwaan/tuntutan JPU dari Kejari Medan, R Tarigan. Unsur pidana Pasal 266 ayat (2) KUHPidana diyakini tidak terbukti.

“Kasasi Yang Mulia,” timpal JPU ketika ditanya sikapnya atas vonis bebas tersebut.

Keterangan Palsu

Dalam uraian dakwaan, sesuai dengan hasil rapat pada tanggal 13 Juni 2019, terdakwa selaku Direktur sekira pukul 15.00 WIB mendatangi kantor Notaris Gordon Eliwon Harianja SH di Luhur, Lingkungan II, Kelurahan Dwikora, Kecamatan Medan Helvetia Kota Medan meminta untuk dibuatkan Akta Penegasan RUPS Luar Biasa PT Berlian Sarana Wisata (BSW), sesuai dengan hasil papat pada tanggal 10 Juni 201.

Dengan dokumen yang terdakwa serahkan/pergunakan untuk membuat Akta Penegasan RUPS Luar Biasa. Di antaranya Akta No. 10 tanggal 16 September 2011 tentang Pendirian Perseroan Terbatas PT BSW, Akta No. 11 tanggal. 12 Oktober 2011 tentang Perubahan serta Akta No. 14 tanggal 16 Agustus 2018 tentang Berita Acara Rapat.

Selanjutnya, terdakwa tidak meneliti isi Akta No. 14 tanggal 16 Agustus 2018 yang terdakwa terima dari notaris Ratna Dewi, apakah isinya sesuai dengan yang sebenarnya (yaitu perihal saham milik terdakwa yang hanya tinggal 16 lembar, mengingat yang 8 lembar telah dijual kepada saksi Aini Sugoto) sehingga terbit Akta penegasan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT BSW No 16 tanggal 13 Juni 2019.

Kemudian pada Akta No. 14 yang ada pada terdakwa Robert Hutahean Alias Robert Hutahean, tertulis saham milik Robert Hutahaean berjumlah 24 lembar. Sementara saham milik Aini Sugoto berjumlah 56 lembar. Sedangkan yang ada pada saksi Aini Sugoto tertulis saham milik Robert Hutahean berjumlah 16 lembar dan saham milik saksi Aini Sugoto berjumlah 64 lembar. Akibatnya, saksi Aini Sugoto mengalami kerugian materiil dan immateriil sebesar Rp10 miliar.

Sejak kasusnya menjalani proses di penyidik, terdakwa Robert Hutahaean juga tidak menjalani penahanan di dalam sel.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment