Banjir di Humbahas Diduga Akibat Alih Lahan, Pemerintah dan Swasta Diminta Tanggung Jawab

Banjir bandang dan longsor terjadi Desa Simangulampe, Humbang Hasundutan (Humbahas) diduga disebabkan oleh alih fungsi lahan di sekitar lokasi. Pemerintah dan perusahaan perkebunan swasta dinilai harus bertanggungjawab untuk melakukan penghijauan lahan.

topmetro.news – Banjir bandang dan longsor terjadi Desa Simangulampe, Humbang Hasundutan (Humbahas) diduga disebabkan oleh alih fungsi lahan di sekitar lokasi. Pemerintah dan perusahaan perkebunan swasta dinilai harus bertanggungjawab untuk melakukan penghijauan lahan.

Demikian penegasan Direktur Utama Indonesia Strategic Roni Marwan terkait dugaan penyebab bencana tersebut. Berdasarkan data mereka, banyak lahan di Sumut saat ini berstatus lahan kritis.

“Provinsi Sumatera Utara memiliki wilayah seluas 181.860,65 kilometerpersegi. Termasuk di dalamnya wilayah perairan dan luas wilayah administrasinya berkisar 7.298.123 hektar. Dan luas wilayah di Provinsi Sumatera Utara dikelilingi Bukit Barisan, yang mana tentu saja banyak luas wilayah dipenuhi dengan luas lahan hutan. Namun hari ini kita bisa lihat banyaknya lahan kritis di Sumut,” kata Roni Marwan, Kamis (7/12/2023).

Terdapat 193 ribu hektar lahan kritis pada hutan produksi di Sumut. Sedangkan lahan kritis di hutan lindung seluas 205 hektar dan hutan konservasi 8 ribu hektar.

“Dari data yang kami himpun, lahan kritis pada hutan produksi Sumatera Utara secara keseluruhan mencapai 193.842,83 hektar. Hutan lindung memiliki lahan kritis seluas 205.416,16 hektar. Dan hutan konservasi kritis seluas 8.774,67 hektar,” ucapnya.

Mereka menilai, kondisi lahan kritis itu jadi penyebab longsor dan banjir bandang yang belakangan ini terjadi di Sumut. Yang terbaru dan paling parah adalah di Humbahas.

Di Humbahas, lahan kritis hutan produksi mencapai 9 ribu hektar dan hutan konversi kritis mencapai 4 ribu hektar. Kuat dugaan, hal ini menjadi penyebab banjir bandang di Humbahas.

“Di Humbang Hasundutan luas lahan kritis di Kabupaten Humbahas pada hutan produksi mencapai 9.258,98 hektar. Hutan konversi yang kritis seluas 4.301,17 ha. Kami menduga banjir bandang yang terjadi di Desa Simangulampe Kabupaten Humbang Hasundutan akibat dari pengalihfungsian lahan dan penebangan liar yang ada di Kabupaten Humbahas,” ungkapnya.

Tinjau Lokasi

Roni mengaku sudah berkomunikasi dengan pimpinan Komisi B DPRD Sumut, Gusmiyadi, dan meminta agar pemerintah hingga perusahaan swasta harus bertanggungjawab terkait dengan kondisi lahan tersebut. Menanggapi itu, Gusmiyadi, katanya, akan meninjau lokasi pada Senin mendatang.

“Dengan kejadian musibah banjir bandang dan longsor ini kami langsung menghubungi melalui telepon selular Pimpinan Komisi B DPRD Sumut Bapak Gusmiyadi SE. Agar ini serius ditindaklanjuti. Pemerintah dan perusahaan swasta yang memanfaatkann usaha di bidang perkebunan di Sumatera Utara ini mesti wajib bertanggungjawab akibat pengalihfungsian lahan dan penebangan liar. Dan Alhmdulillah. Disambut baik oleh Beliau. Dan Pak Gusmiyadi akan serius dalam musibah ini tidak menunggu waktu lama. Kami mendapatkan info dari Beliau bahwa Senin depan 11 Desember 2023, akan melakukan peninjauan di Kabupaten Humbang Hasundutan untuk mengkaji akibat banjir bandang yang telah terjadi,” bebernya.

Pemerintah dan perusahaan swasta harus memenuhi kewajiban mereka untuk penghijauan kembali lahan. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Kemudian, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Serta, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

“Di catatan kami dan hasil kajian kami, ada 20 kabupaten/kota yang memiliki luas lahan kritis. Sebelum provinsi ini semakin banyak bencana longsor dan banjir di mana-mana, segeralah pemerintah dan perusahan swasta yang memiliki kewajiban untuk melakukan penghijauan kembali di hutan-hutan kita. Karena itu sudah tertuang pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan,” pungkasnya.

sumber | RELIS

Related posts

Leave a Comment