Saksi Dugaan Korupsi 6 Kapal Nelayan Diskanla Sumut Sebut Dibayar Dua Tahap

TOPMETRO.NEWS – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadis Diskanla) Zonni Waldi mengakui dirinya mendapat serahterima dan melakukan dua kali pembayaran dari terdakwa Matius Bangun selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atas proyek Pengadaan enam unit kapal Nelayan di Dinas Kelautan dan Perikanan (Diskanla) Sumut tahun anggaran 2014 senilai Rp8,7 miliar.

Hal itu terungkap atas kesaksian Zonni Waldi untuk terdakwa yakni Matius Bangun selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Andika Ansori Adil Nasution selaku Ketua Panitia Lelang dan Sri Mauliaty selaku direktur PT Prima Mandiri Satria Perkasa atau rekanan.

“Saya terima jabatan jadi Kepala Dinas Diskanla proyek saat proyek sudah berjalan dan sudah pembayaran tahap pertama. Saya serah terima proyek tersebut pada September 2014 dan proyek berakhir hingga Desember 2014,” ucap Zonni, di ruang Cakra VII, Pengadilan Negeri Medan, Selasa (17/10/2017).

Zonni mengaku dirinya ada melakukan pembayaran sebanyak dua kali secara bertahap. Dan pencairan ke 3 pada bulan Maret 2015 dan melewati batas tempo karena tidak adanya dana.

“Ada dua termin yang sudah dibayarkan yakni 4,5 miliar,” ujarnya.

Disebutkan Zonni, dalam proyek tersebut berjangka waktu pengerjaan 160 hari mulai dari bulan Juli sampai Desember 2014. Dan penyerahannya pembelian ada 6 kapal dari dana DAK Rp 8,7 miliar.

“Saya waktu itu hanya dua kali pembayaran yang diserahkan kepada saya dari terdakwa Matius Bangun selaku KPA,” jelas Zonni.

Namun Zonni mengakui pada saat pembayaran dilakukan hanya ada 4 kapal yang datang. Sementara 2 kapal lagi yang terlambat karena cuaca tidakk mendukung.

“Hanya ada 4 kapal yang datang pak, 2 kapal datang terlambat,” bebernya.

Namun Jaksa tanyakan apakah saudara tahu kapal itu dimana sekarang. Dan mengapa kapal tersebut berada di Riau sementara anggaran dari Sumut. Zonni Waldi terdiam dan mengaku tidak tahu menahu soal itu.

“Saya tidak tahu pak hakim. Karna saya hanya serah terima,” kilahnya.

Kemudian hakim marah dengan jawaban Zonni, dan menanyakan kenapa saudara tidak cari tahu?

“Tidak pak hakim,” terangnya.

Kemudian saat Jaksa Polim Siregar menanyakan apakah Zonni menandatangani Adendum (Perjanjian Pembayaran) Zonni mengaku tak ingat apakah dirinya ada menandatangani Adendum atau tidak.

Majelis hakim sempat marah karena Zonni tidak mengakui ikut tandatangan dan meminta jaksa menunjukan bukti bahwa Zonni ikut menandatangani Adendum tersebut dan Zonni pun terdiam.

Jaksa menegaskan bahwa proses pengadaan kapal selaku PA, Zonni yang tandatangani semua Adendum tersebut. Zonni masih membantah.

“Saya tidak terlibat. Karena proses pencairan dana hanya terdakwa KPA saja saya tidak ikut,” ucapnya membantah.

Selain Zonni Waldi jaksa juga mengahdirkan lima orang saksi lain dari Diskanla Sumut. Dan sidang ditunda hakim Saryana pekan depan.

Sebelumnya dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Oktresia ketiga terdakwa duga melakukan bersama-sama tindak pidana korupsi yang dinilai merugikan negara sebesar Rp 1.329.825.206.

“Para terdakwa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Oktresia.

Menurut jaksa, adapun kerugian negara yang disebutkan itu berasal dari laporan Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangun (BPKP) Sumut terhadap proyek yang memiliki pagu anggaran sebesar Rp 8 miliar lebih.

Berdasarkan informasi diperoleh, kasus dugaan korupsi pengadaan enam unit kapal ukuran 30 GT untuk nelayan di Sibolga dan Tapanuli Tengah (Tapteng) yang dananya bersumber dari DAK dan APBD Sumut Tahun Anggaran 2014 sebesar Rp 12 miliar ini disebut merugikan negara sebesar Rp 1.329.825.206.(TM/10)

Related posts

Leave a Comment