Keterangan BMKG Terkait Potensi Gempa Besar Jakarta

topmetro.news – Munculnya berita soal perkiraaan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) soal potensi terjadinya gempa besar Jakarta (megathrust) dengan magnitudo mencapai 8,7, sempat membuat heboh beberapa hari terakhir.

Menanggapi itu, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat BMKG Hary Tirto Djatmiko mengatakan, perkiraan itu disampaikan bukan bertujuan membuat panik.

Ia mengatakan hal itu diterangkan untuk menjadi bahan bagi pemerintah dalam mengantisipasi penanganan atau mitigasi jika gempa terjadi.

“Untuk kesiapsiagaan, untuk literasi, untuk edukasi, dari sisi itu,” kata Hary kepada media.

Antisipasi dini tersebut, katanya, perlu dilakukan guna meminimalisasi risiko kerugian sosial, ekonomi, serta korban jiwa. Meskipun telah menyampaikan soal perkiraan, Hary menegaskan tempat dan waktu terjadinya gempa hingga saat ini belum bisa diprediksi teknologi mana pun.

BELUM TENTU DI JAKARTA

Ada pun soal perkiraan gempa megathrust, Hary mengatakan itu hanyalah berdasarkan kajian para ahli.

Ia lantas menerangkan soal zona megathrust yakni zona subduksi atau tumbukan antara lempeng Indo-Australia dengan lempeng Eurasia yang berada di Samudera Hindia, dan terletak tidak jauh dari Jakarta.

Hary pun menyebut, jika memang gempa terjadi sebenarnya tidak langsung terjadi di wilayah Jakarta. Meskipun begitu, ia menyatakan kemungkinan besar wilayah Jakarta tetap akan merasakan gempa dengan kekuatan yang cukup besar seperti yang terjadi saat gempa di dekat Lebak, Banten pada 23 Januari lalu.

Hary menyebut ada banyak faktor yang membuat Jakarta bisa merasakan guncangan gempa meski titik gempa berada jauh di Samudera Hindia. Salah satunya, adalah kondisi tanah di Jakarta.

“Itu banyak faktor jadi prosesnya itu banyak sekali,” ucap Hary.

TIDAK ADA PREDIKSI PASTI

BMKG mengatakan bahwa meski para ahli mampu menghitung perkiraan magnitudo maksimum gempa di zona megathrust, akan tetapi teknologi saat ini belum mampu memprediksi dengan tepat, apalagi memastikan kapan terjadinya gempa megathrust tersebut.

“Kita pun belum mampu memastikan apakah gempa megathrust M8,7 akan benar-benar terjadi, kapan, di mana, dan berapa kekuatannya?” katanya.

Dalam ketidakpastian tersebut, BMKG menyatakan bahwa perlu dilakukan adalah upaya mitigasi yang tepat, menyiapkan langkah-langkah kongkrit yang perlu segera dilakukan untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa seandainya gempa benar-benar terjadi, khususnya dengan cara menyiapkan kesiapan masyarakat maupun inftrastrukturnya.

Oleh karena itu, Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) berinisiatif menyelenggarakan diskusi dengan Pemprov DKI untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi gempabumi tersebut.

“Jadi sebenarnya diskusi tersebut dirancang untuk kalangan terbatas, antara para pakar dan pemegang kebijakan, karena membahas hal yang cukup sensitif namun urgen untuk segera dilakukan langkah lanjut, sebagai bentuk tanggung jawab para pakar dalam memberikan layanan keselamatan publik di daerah rawan gempabumi,” lanjutnya.

LANGKAH MITIGASI BENCANA

Sayangnya beberapa tulisan yang beredar viral, membawa kesimpulan diskusi yang kurang tepat dari sarasehan tersebut sehingga dimaknai berbeda oleh sebagian masyarakat.

Salah satu media menyatakan seolah-olah BMKG telah memprediksi bahwa akan terjadi gempa megathrust di Jakarta. Padahal, sarasehan itu hanya mencari solusi mitigasi jika gempa besar terjadi di wilayah DKI Jakarta.

BMKG menegaskan perlunya langkah konkrit untuk melakukan mitigasi bencana. Menjamin bangunan di Jakarta aman dari gempa. Artinya ketika terjadi gempa, bangunan tidak cepat runtuh sehingga dapat memberikan tenggang waktu yang cukup bagi penghuninya untuk menyelamatkan diri.

“Bangunan tahan gempa bukan berarti ketika terjadi gempa bangunan tidak rusak atau runtuh. Tapi bangunan tersebut tidak rusak atau runtuh seketika pada saat gempa terjadi,” ujar Kepala BMKG Prof Ir Dwikorita Karnawati MSc PhD, seperti dikutip di situs resmi BMKG.

Upaya mitigasi ini juga dianggap perlu mengingat Indonesia berada di zona pertemuan lempeng tektonik aktif yang rawan gempa bumi. Berdasarkan hasil kajian para pakar gempabumi, zona tumbukan antara Lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang menunjam masuk ke bawah Pulau Jawa disebut sebagai zona megathrust di mana proses penunjaman lempeng masih terjadi dengan laju 60-70 mm per tahun.

Menurut analisis para pakar gempabumi, gerakan penunjaman lempeng tersebut mungkin mengakibatkan gempa megathrust dengan kekuatan/magnitudo maksimum yang diperkirakan dapat mencapai M8,7. (TM-RED)

sumber: CNNIndonesia

Related posts

Leave a Comment