Perludem: Pilpres Miskin Ide dan Gagasan

pemilihan presiden

topmetro.news – Hiruk pikuk Pemilihan Presiden 2019 semakin memanas. Nama-nama yang disebut bakal bertarung mewarnai halaman utama media massa setiap hari. Tagar #Presiden2Periode dan #Pokoknya2019GantiPresiden atau sejenisnya pun merajai percakapan di linimasa media sosial belakangan ini.

Namun, wacana yang berkembang belakangan ini hanya soal siapa berpasangan siapa melawan siapa. Sementara nyaris tak terdengar ide dan gagasan yang ditawarkan untuk membawa Indonesia lebih baik ke depan.

Padahal, Pemilihan Presiden 2019 sejatinya merupakan cara atau mekanisme yang dipilih bangsa Indonesia dalam berdemokrasi untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional, yakni masyarakat yang sejahtera adil dan makmur.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, pemilu yang miskin ide dan gagasan tidak terlepas dari perilaku elite politik yang hanya mengedepankan perbedaan pilihan politik.

Tanpa Edukasi

Elite, kata Titi tidak berupaya untuk mengedukasi pemilih mengenai kedewasaan berpolitik dengan saling menghargai keberagaman dan perbedaan politik. Tak hanya itu, elite politik pun hanya membangun narasi soal figur tanpa menyertakan mengenai gagasan dan program yang diusung.

“Kondisi tak lepas dari perilaku elite yang membangun diskursus hanya mengedepankan perbedaan pilihan politik tanpa ada upaya maksimal untuk mengedukasi pemilih soal kedewasaan berpolitik dengan saling menghargai keberagaman dan perbedaan pilihan. Selain itu narasi yang dibangun melulu soal figur elit tanpa menyertakan pemahaman tentang gagasan dan program yang diusung,” kata Titi kepada media, Senin (30/4/2018).

Selain itu, Titi menilai UU Pemilu berkontribusi terhadap situasi saat ini. Dikatakan, pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold membuat figur-figur alternatif sulit lahir. Akibatnya, masyarakat sebagai pemilih terfragmentasi dengan minimnya pilihan atas calon.

“Fragmentasi yang terjadi saat ini juga disumbangkan karena minimnya pilihan atas calon yang ada akibat pemberlakuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Membuat figur-figur alternatif sukar lahir. Akhirnya kita terjebak pada kebuntuan pilihan,” katanya.

Elite politik, kata Titi, pada akhirnya hanya berbicara bagaimana merebut kekuasaan. Sementara fungsi pendidikan politik warga terabaikan. “Itu jadi problem besar kontestasi elektoral kita saat ini,” katanya. (TM-RED)

sumber: beritasatu.com

Related posts

Leave a Comment