Kewenangan Direksi PTPN II Soal Penghapusbukuan Aset Subjektif

PTPN II

topmetro.news – Hakim Pengadilan Tipikor Medan Wahyu Prasetyo menilai kewenangan Direksi PTPN II soal Penghapusbukuan asetnya cendrung tidak objektif, sebab tidak ada batasan peraturan yang mengaturnya.

Hal itu dikemukakan Wahyu Prasetyo saat menanggapi pernyataan saksi ahli dari Kementrian BUMN Dwi Purnomo dalam sidang lanjutan perkara terdakwa Tamin Sukardi di Pengadilan Tipikor Medan, pada Senin malam (24/7/2018).

Sebelumnya Dwi Purnomo menjelaskan kalau kewenangan Penghapusbukuan aset BUMN, termasuk lahan eks HGU seluas 106 hektar di Pasar IV Desa Helvetia itu harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris (Menteri BUMN). Dan setelah mendapat persetujuan dilanjutkan eksekusi penghapusbukuan dari Dirut PTPN II.

“Tidak ada tenggang waktu pelaksanaan eksekusi, tergantung kemauan Dirut PTPN II,” ujar Dwi Purnomo.

Selain itu Dwi Purnomo juga menegaskan pembatalan Penghapusbukuan tidak ada alasan yang diatur dalam peraturan.

Pernyataan saksi ahli itu mendapat tanggapan dari Hakim Wahyu Prasetyo bahwa soal penghapusbukuan aset cenderung bertindak subjektif. Buktinya 5873 hektar lahan HGU PTPN II sudah dikeluarkan sejak 2002 dan hingga kini belum ada yang dihapusbukuan.

“BUMN terkesan mati suri soal penghapus bukuan aset dan ini tentu merugikan negara,” ujar salahsatu Hakim anggota Sontan Sinaga menimpali.

Disinggung adanya putusan yang berkekuatan tetap (inkrach )diatas lahan seluas 106 hektar bisa dijadikan alasan penghapus bukuan aset. Dwi Purnomo katakan memang ada diatur dalam Permen No 10/2010. Namun secara administratif, masih jadi aset apabila belum ada izin Penghapusbukuan dari Menteri BUMN.

Sebelumnya Dirut PTPN II telah menyetujui penghapusbukuan lahan 106 hektar tersebut 20 Desember 2017 setelah minta Legal Opini ke Kejaksaan Tinggi Sumut dan BPKP. Namun mendadak Direksi PTPN II membatalkannya setelah dipanggil penyidik Kejagung.

Nah saksi ahli sempat terdiam saat Fachruddin Rifai selaku penasehat hukum terdakwa memberikan pertanyaan.

“Apakah alasan diatur dalam sebuah peraturan,” tanya Fachruddin Rifai.

Setelah terdiam sejenak barulah saksi ahli menjawab.

“Soal itu kewenangan direksi dan lebih baik ditanya kepada mereka,” ucap saksi.

Saksi Ahli

Selain Dwi Purnomo turut dibacakan BAP Ali Sodikin saksi ahli keuangan negara. “Saksi tidak bisa hadir, karena sedang tugas di Belanda,” ungkap JPU.

Setelah mendengarkan keterangan dari dua saksi yang dihadirkan JPU, barulah dilanjutkan dengan dua saksi adcharge (meringankan) yang diajukan PH terdakwa.

Dua saksi itu yakni Farida Aryani selaku kuasa hukum 65 warga pemilik Surat Keterangan Pembagian Sawah dan Ladang (SKPTSL) serta Batara Lubis selaku tokoh masyarakat Desa Helvetia.

Farida menjelaskan ada menerima kuasa dari 65 warga Desa Helvetia untuk menggugat PTPN II, BPN dan instansi terkait untuk mempertahankan lahan seluas 106 hektar tersebut. Pasalnya, 65 warga selama ini tidak mendapatkan hak-haknya selaku ahli waris pemilik SKPTSL.

Ternyata akhir gugatan tersebut, ada putusan PK Mahkamah Agung (MA) bahwa 65 warga sebagai penggugat adalah sebagai pemilik lahan seluas 106 hektar dan objek sengketa sudah dieksekusi.

Farida mengakui mendampingi 65 warga itu, setelah dikenalkan Tasman Aminoto. Sedangkan Batara Lubis mengakui Tasman Aminoto yang mengkoordinir 65 warga pemilik tanah eks HGU PTPN II.

“Saya melihat Tasman selaku Ketua Kelompok yang mengkoordinir warga untuk mendapatkan tanah eks HGU PTPN II tersebut,” terangnya.(TM/10)

Related posts

Leave a Comment