Apakah Peraturan Annual Fee Danau Toba Perlu Diamandemen?

annual fee danau toba

topmetro.news – Belum lama ini, Pemkab Samosir memprotes pembagian annual fee Danau Toba yang ditetapkan Pemprovsu. Hal ini pun menjadi pro-kontra. Bahkan muncul pemikiran, sebagaimana disampaikan pengamat pembangunan, Raya Timbul Manurung, agar Gubsu jangan lagi bertindak sebagai juru bayar annual fee Danau Toba.

Lanjutan dari pernyataan itu, Raya Timbul Manurung kembali mempertanyakan soal peraturan terkait annual fee. Dia mempertanyakan, apakah perjanjian yang diteken Presiden Soeharto itu masih relevan saat ini? Termasuk keberadaan Badan Otorita Asahan pun menjadi pertanyaan.

“Apakah diperlukan Keputusan Presiden dan persetujuan DPR RI untuk mengubah ‘annual fee’ menjadi lebih adil, menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan daerah saat ini? Apakah diperlukan amandemen peraturan ‘annual fee’ dan alokasi pembagiannya? Apakah masih perlu alokasi ‘annual fee’ untuk pemerintah pusat? Apakan Badan Otorita Asahan masih perlu dan apakah diperlukan Kepres atau Perpres atau Peraturan Pemerintah untuk membubarkan Badan Otorita Asahan?” tanyanya.

BACA JUGA: Tinjau Kembali Fungsi Gubsu Sebagai Juru Bagi Annual Fee Danau Toba

Dasar Hukum Annual Fee

Mantan pengurus Kadin ini mengingatkan, dasar hukum ‘Inalum Annual Fee’ adalah ‘master agrement Pemerintah Indonesia dengan Jepang (bersama konsorsium swasta Jepang). Perjanjian itu diteken kedua kepala pemerintahan/yang mewakili dan diketahui DPR RI. Perjanjian ini sebagai dasar pendirian PT Indonesia Asahan Aluminum dan program kerjanya.

Lokasi kegiatan PT Inalum dari hulu di Kabupaten Tapanuli Utara Danau Toba (PLTA Asahan 2 sebesar 650 MW dan Bendungan Siruar), sampai hilir di Kuala Tanjung Asahan (smelter 300.000 mton/tahun dan pelabuhan).

Filosofi Inalum Annual Fee Danau Toba pada masa Orde Baru (jaman Soeharto) adalah keterjaminan proyek jangka panjang. Sehingga harus ada dana untuk konservasi lingkungan dan dana untuk peningkatan ekonomi kesejahteran kawasan di sekitar Proyek Asahan. Proyek itu juga dianggap sebagai proyek bersama Sumatera Utara (yang diwakili Gubernur EWP Tambunan).

Pada saat itu, lanjut mantan pengurus Joint Business Council IMTGT ini, belum ada peraturan soal retribusi/Pajak Pemakaian Air Permukaan. Dan belum ada peraturan soal kewajiban korporasi untuk melakukan CSR/Community Development. Pada waktu itu, Daerah Tangkapan Air Danau Toba adalah Kabupaten Dairi, Tanah Karo, Simalungun, Tapanuli Utara. Daerah Aliran Sungai Asahan: Kabupaten Asahan dan Kodya Tanjungbalai.

Annual Fee Danau Toba dibagi untuk pemerintah pusat qq Badan Otorita Asahan (ketua pertama, Ir AR Suhud/menteri perindustrian) dan kepada Pemda Sumatera Utara. Selanjutnya Pemda Sumut membagi ke pemprov, ke kabupaten terkait proyek dan ke kabupaten/kota yang tidak terkait proyek.

“Argumentasi gubernur, kenapa kabupaten/kota yang tidak terkait proyek justeru mendapat bagian dari ‘annual fee’, adalah karena proyek ini sejak awal merupakan proyek bersama Sumatera Utara. Sehingga wajar saja semua kabupaten/kota harus dapat, termasuk Nias,” ungkap mantan PNS di Bappedasu ini.

Kondisi Danau Toba Sekarang

Selanjutnya, alumni Teknik Geologi UGM ini mengeluarkan pertanyaan, saat Pemerintah Indonesia sudah menguasai 100% saham PT Inalum. Dimana seluruh partner Jepang/Pemerintah Jepang sudah keluar.

“Apakah Master Agreement masih berlaku? Apakah item (poin) tentang ‘annual fee’ dalam ‘master agreement’ masih berlaku?” tanyanya.

Berikut adalah beberapa pemikiran lain terkait Annual Fee Danau Toba dengan kondisi saat ini:

1. Pemerintah Indonesia sudah menguasai 100% saham PT Inalum, dimana seluruh partner Jepang/Pemerintah Jepang sudah keluar.
– Apakah Master Agreement masih berlaku?
– Apakah item (poin) tentang ‘annual fee’ dalam ‘master agreement’ masih berlaku?

2. Perjanjian ini sudah diteken Presiden Soeharto dan diketahui (diratifikasi?) DPR RI.
– Apakah diperlukan Keputusan Presiden dan persetujuan DPR RI untuk mengubah ‘annual fee’ menjadi lebih adil, menyesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan daerah saat ini?
– Apakah diperlukan amandemen peraturan ‘annual fee’ dan alokasi pembagiannya?
– Apakah masih perlu alokasi ‘annual fee untuk pemerintah pusat?
– Apakan Badan Otorita Asahan masih perlu dan apakah diperlukan Kepres atau Perpres atau Peraturan Pemerintah untuk membubarkan Badan Otorita Asahan?

3. Saat ini sudah ada Peraturan Pajak Daerah Pemakaian Air Permukaan (sungai, danau, dan laut ditepi pantai) yang merupakan wewenang pemerintah provinsi (mengeluarkan izin dan memungut retribusi). Selanjutnya, kabupaten terkait mendapat bagi hasil pajak daerah (mirip pajak kendaraan bermotor, yang juga dibagikan kepada kabupaten/kota daerah terkait).

4. Wilayah Perairan Danau Toba adalah wewenang pemerintah provinsi. Terbukti semua izin lokasi investasi PMA/PMDN keramba apung di Danau Toba dikeluarkan Pemprovsu.

Filosofi Pajak Air Permukaan

5. Filosofi pajak daerah penggunaan air permukaan adalah, membayar seberapa banyak air permukaan yang diambil, sehingga terjadi pengurangan jumlah air permukaan. Mirip dengan penggunaan meteran air sumur bor (izin pajak daerah pemanfaatan air bawah tanah).

6. PLTA Asahan tidak mengambil air permukaan sehingga volumenya berkurang. Hanya membelokkan air Danau Toba masuk ke tunnelnya dan memutar turbin listrik. Serta keluar lagi dan tidak berkurang volumenya.

7. Fungsi air di PLTA adalah sebagai sumber energi untuk membuat listrik. Ini fungsi yang sama dengan pemakaian batubara, minyak, dan gas untuk turbin listrik. Sehingga air Danau Toba harus dilihat sebagai sumber energi dan dihitung sebagai ‘cost’ bahan baku PLTA dalam membuat listrik (seperti PLTU yang memakai migas atau batubara).

8. Di Sungai Asahan sudah beroperasi PLTA Asahan I (PMA PT Badra – China) sebesar 180 MW ( 2 × 90 MW). Besarnya sekitar 25% dari PLTA Asahan II milik Inalum (650 MW).
– Berapa besar dan kemana pajak atau retribusi pemakaian air permukaan Danau Toba /Sungai Asahan dari PT Badra?
– Bila memakai standard Inalum Annual Fee, besarnya pendapatan dari PT Badra per tahun minimal 25% dari besarnya Inalum Annual Fee.

9. PLN saat ini sedang membangun PLTA Asahan III (2 x 87 MW).
– Bagaimana dan berapa besar pembayaran pemakaian air permukaan dari PLN nantinya.

10. Sungai Asahan bisa dibangun PLTA sampai delapan unit, termasuk di Kabupaten Batubara dan Asahan.
– Bagaimana pengaturannya kelak?

reporter: Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment