Mengapa Orang Tenar Bisa Kalah Pileg?

tokoh terkenal

topmetro.news – Gagalnya sejumlah tokoh terkenal masuk ke Senayan, menjadi perhatian publik. Tidak ketinggalan, para akademisi pun membuat analisa terkait kegagalan nama tenar ini.

Pengajar ilmu politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, melihat beberapa faktor jadi penentu seorang tokoh terkenal bisa gagal ke parlemen. Salah satunya karena ketenaran seseorang kerap tak berbanding lurus dengan elektabilitas.

“Mungkin bisa karena elektabilitasnya rendah. Tingkat popularitas tidak berbanding lurus dengan elektabilitas,” kata Ujang saat dihubungi media.

BACA JUGA | Maruarar Sirait Legowo Diberi Kesempatan Kalah

Elektabilitas Tokoh Terkenal

Ujang menambahkan, elektabilitas rendah itu bisa saja karena faktor pindah dapil. Seperti Maruarar Sirait, yang biasanya selalu menjadi caleg di Dapil Jabar IX meliputi Subang, Majalengka, Sumedang. Pada Pileg 2019 dipindah ke dapil lain.

Faktor lain, kata Ujang, bisa jadi karena para caleg tenar justru jarang menyapa rakyat di akar rumput. Mereka memang bisa dibilang populer karena media. Tapi secara komunikasi sosial bisa saja kurang.

Ujang menambahkan, faktor lain adalah karena partai pengusung gagal menembus ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Seperti PSI misalnya. “Artinya, caleg dari PSI seperti Giring Nidji, Tsamara Amani, dan lain-lainnya otomatis tidak lolos ke Senayan,” kata Ujang.

Hal serupa juga diungkapkan pengajar politik dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Arya Budi. Ia menilai keterkenalan seseorang lewat medium-medium besar tak serta merta bisa dikonversi menjadi suara elektoral di akar rumput.

“Kenapa demikian? Ada yang sebagian dikenal di media. Tapi di akar rumput tidak. Terutama di wilayah pedesaan dan media kurang penetrasi,” kata Arya.

Faktor lainnya, menurut Arya, adalah ketidaksukaan. Ia menilai beberapa tokoh terkenal dan tenar belum tentu disukai orang banyak. “Bisa saja masyarakat tidak suka meski terkenal. Apalagi banyak masyarakat yang lebih preferensinya suka ke pengusaha atau tokoh agama,” kata Arya.

Akar Rumput tak Mendukung

Salah satu caleg DPR RI Dapil Sumatera Utara III, Jansen Sitindaon bercerita kegagalan dirinya gagal masuk ke Senayan merupakan imbas dari Pilpres 2019 yang membikin sebuah dapil jadi menguat pada afiliasi politik tertentu.

“Kalau di dapil yang afiliasinya ke 01, jelas caleg 02 pasti kalah. Padahal seharusnya masyarakat bisa membedakan mana Pilpres dan mana Pileg,” kata Jansen.
Jansen.

Dia mencontohkan dapilnya yang meliputi lima kabupaten dan punya basis suara terkuat untuk 01. Bahkan, kata Jansen, di kampung halaman dia sendiri di Sidikalang, lawan politiknya dari PDIP, yaitu Djarot Syaiful Hidayat, mendapat suara jauh lebih banyak dan melimpah ketimbang dirinya.

“Mungkin ini karena faktor aku lebih banyak jadi corong BPN dan 02 selama ini. Masyarakat yang dukung Jokowi jadi benci ke aku. Ada fanatisme sendiri di politik kita hari ini. Padahal Pilpres dan Pileg adalah dua hal yang berbeda,” kata dia.

sumber | tirto.id

Related posts

Leave a Comment