topmetro.news – Rumor yang mem-framing seolah Bupati Batubara Ir.Zahir M.AP hidup bermewah-mewah dengan 10 fasilitas yang diperuntukkan bagi rumah dinas sementara, sesuai dalam daftar proyek revitalisasi rumdis tersebut, menggelinding bagaikan bola salju.
Ragam pendapat masyarakat soal ini pun semakin liar. Bahkan ada dituangkan dalam beberapa pemberitaan berbentuk opini serta resume yang terkesan cuma belandaskan sikap emosional oknum yang hendak mencari atau mendapatkan keuntungan pribadi.
Hal ini lalu mengundang perhatian seorang tokoh muda pejuang Pemekaran Kabupaten Batubara, MA Syahuri Nainggolan. Dia adalah aktivis pemerhati lingkungan sosial dan kemasyarakatan di Batubara dari LEM-BB (Lembaga Elemen Masyarakat Batubara).
Kepentingan Orang Banyak
Kata Nainggolan, bahwa kritik kepada pemerintah hendaknya tetap berbasis pada kepentingan orang banyak. Bukan sebab adanya permintaan pribadi yang tidak diakomidir lantas berbuntut negatif.
“Soal tudingan 10 fasilitas mewah yang kami baca di satu atau dua media, kami rasa sumber datanya itu masih sangat begitu dangkal. Substansi kerangka beritanya sangat tidak menunjukkan sebuah kritik yang konstruktif. Dan kami nilai hanya merupakan opini serta sikap emosional si penulis berita saja,” katanya, Jum’at (29/11/2019), yang ditemui di sebuah warung kopi Jalan Perintis Kemerdekaan, Kelurahan Limapuluh Kota, Kecamatan Limapuluh.
Senada dengan Nainggolan, RR Samosir ST MiKom yang merupakan pemerhati reformasi dari LRR Sumut menjelaskan, bahwa sejatinya belum ada regulasi atau peraturan sebagai payung hukum yang melarang, bahwa di sekitar rumah dinas kepala daerah tidak boleh dibangun sebuah pendopo ataupun joglo.
“Kan gak jelas siapa dan pihak mana yang keberatan soal pembangunan pendopo atau joglo di sekitar rumah dinas bupati tersebut. Jadi kalau mau cari sensasi maunya jangan asal. Apalagi data dasar dari pemberitaan cuma bersumber dari SIRUP LKPP. Janganlah asal cuma demi ingin membunuh karakter seorang pemangku jabatan,” ujarnya.
“Jadi begini ya… Kalau ada mark-up dalam pembiayaan proyek tersebut, itu nanti jadikan saja temuan. Tapi soal temuan juga ada aturan mainnya. Biasanya setelah audit BPK RI yang dibukukan dalam LHP (Laporan Hasil Pemeiksaan), akan diminta pengembalian kelebihan uang. Setelah tidak dilaksanakan maka barulah masuk ke ranah pidana,” ungkap Samosir.
Kenyamanan Kepala Daerah
Sebelum menutup percakapan, Samosir juga mengingatkan bahwa seyogyanya seorang kepala daerah tidak lantas mempertontonkan kemewahan berlebihan. Apalagi jika hal itu sangat akan kontras atau berbanding terbalik dengan kehidupan ekonomi masyarakat di daerahnya.
“Angka pembiayaan yang disebutkan yakni Rp687 juta pun kami rasa belum dalam kategori fantastis. Apalagi seorang kepala daerah juga berhak nyaman dalam melaksanakan kegiatan sehari-harinya. Namun revitalisasi rumdis harus tetap tercatat sebagai aset daerah. Bukan merupakan aset pribadi bupati,” tutupnya.
reporter | Bima Pasaribu