Oknum JPU WO dari Ruang Sidang Kembali Diadukan ke JAM Was

oknum JPU Kejari Medan

topmetro.news – Aksi oknum JPU dari Kejari Medan yang melakukan ‘walk out’ (WO) dari arena sidang Ruang Cakra 3 PN Medan, Selasa (19/5/2020), berbuntut panjang. Penuntut umum berinisial JS itu untuk kedua kalinya dilaporkan ke Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (JAM Was) Kejagung. Pengaduan pertama tertanggal 14 April 2020 dan kedua, tertanggal 28 Mei 2020.

Hal itu diungkapkan Muara Karta Simatupang SH MM, selaku ketua tim penasihat hukum (PH) terdakwa dr Benny (66) dalam pers rilisnya, Jumat (5/6/2020).

Oknum JPU dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugasnya. Sekaligus berpotensi menghalang-halangi jalannya persidangan secara teleconference (online) sebagaimana diperintahkan majelis hakim yang diketuai Tengku Oyong.

Dalam pengaduan kedua kalinya ke JAM Was Kejagung dikarenakan oknum JPU kembali tidak mampu menghadirkan kliennya di persidangan secara teleconference sebagaimana telah diperintahkan hakim ketua pada persidangan April 2020 lalu

Membangkang Pemerintah

Sementara pada pengaduan pertama karena JS didampingi rekannya AS dinilai telah membangkang kepada Peraturan Pemerintah (PP) Karantina Wilayah serta UU Karantina Kesehatan ketika itu hangat-hangatnya pembahasan seputar pandemi Covid-19. Sehingga pemerintah mengatur daerah-daerah yang mendesak dilakukan PSBB. Termasuk DKI Jakarta dimana kliennya dr Benny berdomisili.

Kondisi saat itu pemerintah mengeluarkan kebijakan pemberhentian sementara aktivitas transportasi penerbangan. Hal itu juga dijadikan sebagai dasar majelis hakim mengeluarkan penetapan agar persidangan digelar secara teleconference (online) yang diagendakan pada Selasa (21/4/2020) lalu. Faktanya oknum JPU tidak menghadirkan terdakwanya secara online.

Dalam kasus ini, oknum JPU dari Kejari Medan itu patut dilaporkan ke JAM Was Kejagung karena dinilai telah melakukan pembangkangan terhadap PP Karantina Wilayah serta UU Karantina Kesehatan serta perintah majelis hakim.

Padahal pihaknya telah menyerahkan Surat Keterangan Dokter dari RS Cijantung Kesdam Jaya tertanggal 15 Mei 2020. Antara lain disebutkan, dr Benny merupakan pasien dengan Hepatoma+DM+Peneumonia, sesuai dengan permintaan tim JPU pada persidangan sebelumnya.

Pembangkangan serupa juga dilakukan oknum JPU karena tidak mampu menghadirkan terdakwa di persidangan secara teleconference, Selasa (19/5/2020) lalu. Bahkan melakukan aksi WO dari ruangan sidang.

Padahal hakim ketua ketika itu sudah meminta panitera agar mencatat keberatan JPU berinisial JS.

Karena tindakan JS berpotensi merongrong wibawa peradilan, maka Karta meminta agar JAM Was Kejagung segera memeriksa, memberikan tindakan tegas kepada JS. Serta memerintahkannya agar menghadirkan terdakwa di persidangan secara online (teleconference).

KUHAP

Secara terpisah sumber di Kejari Medan enggan disebut jati dirinya menegaskan, perkara penipuan dan penggelapan atas nama terdakwa dr Benny semestinya berjalan sesuai Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAPpid).

Hak rekan PH mengajukan penangguhan penahanan dan memang ada diatur di KUHAPidana. “Sebaliknya di KUHAPidana jelas disebukan terdakwa harus dihadirkan di persidangan. Siapa sebenarnya yang kurang profesional dalam kasus ini,” pungkasnya.

Terdakwa dr Benny Hermanto, selaku Direktur PT Sari Opal Nutriton (SON) dijerat pidana penipuan dan penggelapan terkait bisnis jual beli biji kopi. Surya Pranoto, selaku Direktur PT Opal Coffee Indonesia (OCI) merasa dirugikan. Karena baru dua dari 15 invoice dibayarkan. Sementara di persidangan, terdakwa membantah tidak mau membayar. Namun menunda pembayaran bibit kopi yang telah diterima perusahaannya.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment