Sidang Ujaran Kebencian, Hakim ‘Protes’ Wartawan Ambil Foto

ujaran kebencian

topmetro.news – Tidak seperti biasanya, majelis hakim diketuai Riana Pohan SH yang menangani sidang ujaran kebencian #GantiPresiden dengan terdakwa Himma Dewiyana Lubis alias Himma ST MHum, salah seorang dosen di Universitas Sumatera Utara (USU) Medan dalam sidang lanjutan Senin (4/3/2019), ‘protes’ terhadap awak media cetak maupun elektronik.

“Bapak dari mana? Tolong ya supaya izin dulu kepada majelis hakim. Karena ada hal-hal yang bisa dan tidak bisa dikutip media,” katanya datar.

Aksi ‘protes’ Riana kepada awak media terbilang tidak lazim. Sebab selama ini -juga dalam persidangan terbuka untuk umum- Riana tidak pernah protes di ruangan sidang. Beberapa kali sidang sempat ditunda karena wartawan yang biasanya meliput persidangan di lingkungan PN Medan tidak serentak datang ke Ruang Cakra 2. Sikap ‘protes’ tidak biasa dari seorang Riana Pohan menjadi ‘buah bibir’ di kalangan wartawan.

Bijak Bermedsos

Sementara dari arena persidangan, ahli Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Iwan Nurhadi MKom dihadirkan JPU dari Kejatisu Tiorida Juliana Hutagaol SH. Saksi menguraikan, setiap pengguna medsos harus bijak dalam dalam menerima maupun mendistribusikan informasi yang berseliweran. Sebab ada konsekuensi hukum yang diterima sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang ITE.

“Jangan langsung menshare (membagikan kiriman) status maupun data yang diterima. Sekali pun itu dari teman yang kita kenal,” urai ahli.

Pemerintah telah berusaha mengimbangi pesatnya perkembangan teknologi informasi di dunia. Salah satunya dengan UU yang mengatur tentang ITE. UU Nomor 19 Tahun 2019 telah tiga kali mengalami perubahan. Yakni di tahun 1998, 2004, dan UU ITE di tahun 2008.

Sementara menjawab pertanyaan salah seorang tim penasihat hukum (PH) terdakwa mengenai istilah viral sebagaimana dakwaan penuntut umum, ahli mengakui, dalam UU tentang ITE tidak dikenal istilah kata viral. Istilah dimaksud populer disebut di kalangan masyarakat milenial.

Namun demikian, lanjut Iwan Nurhadi, kata dimaksud bisa diterjemahkan bahwa data atau informasi yang diposting terdakwa dishare (didistribusikan) oleh sesama netizen lainnya.

Usai mendengarkan keterangan ahli ITE tersebut, majelis hakim melanjutkan persidangan, Selasa (5/3/2019)besok dengan agenda mendengarkan keterangan saksi meringankan terdakwa (adecharge).

Status Skenario

Sementara mengutip dakwaan penuntut umum Tiorida Juliana Hutagaol SH, Himma Dewiyana dijerat Pasal 28 Ayat (2) Jo. Pasal 45A Ayat (2) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Yakni dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pada tanggal 12 Mei dan 13 Mei 2018, terdakwa di kediamannya Jalan Melinjo 2, Lingkungan VII, Komplek Johor Permai Gedung Johor Medan antara lain mengupdate status di FB bertuliskan: ‘Skenario pengalihan yang sempurna #2019GantiPresiden’. Lalu ‘Ini dia pemicunya Sodara, Kitab Al-Quran dibuang’.

Menurut terdakwa, ketiga aksi peledakan rumah ibadah di Jawa Timur beberapa waktu lalu seolah-olah dijadikan sebagai upaya pengalihan isu. Sehingga publik tidak lagi fokus mengkritisi kinerja pemerintahan yang dipimpin Jokowi. Postingan itu pun sempat viral.

Jajaran DitKrimsus Subdit II Cyber Crime Polda Sumut yang menindaklanjuti kasus tersebut, Sabtu (19/5/2018), mendatangi kediaman PNS berprofesi sebagai dosen Ilmu Perpustakaan tersebut.

reporter | Robert Siregar

Related posts

Leave a Comment