Tortor Sombah Simalungun Ditetapkan Warisan Budaya Takbenda

tortor sombah simalungun2

Topmetro.News – Tortor Sombah Simalungun merupakan satu-satunya karya budaya dari Sumatera Utara yang ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda dengan nomor registrasi 2001900824. Tortor Sombah Simalungun berhasil dinilai dan diapresiasi melalui Tim ahli Penetapan Warisan Budaya Takbenda Indonesia (Tim ahli PWBTI) tahun 2019.

tortor sombah simalungun
foto kiriman | desmanjonpurba

Tortor Sombah Simalungun Diawali Penatatan Karya

Informasinya, Tim ini diketuai Basuki Teguh Yuwono (pengajar di ISI Surakarta) didampingi para ahli meliputi Yophie Septiady (pengajar di Program Pascasarjana Kajian Wilayah Perkotaan Universitas Indonesia), Pudentia MPSS (pengajar di Kajian Tradisi Lisan UI, Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan).

Ahli lainnya di tim ini, Mukhlis (pengajar di Pascasarjana Ilmu Pengetahuan Budaya UI), Sulistyo S. Tirtokusumo (ahli seni pertunjukan tradisional, koreografer senior), Gunawan Tjahjono (arsitek senior), Abdul Latif Bustami (antropolog, pengajar di Program Doktor Pendidikan Luar Sekolah Universitas Negeri Malang).

Wa Ode Siti Marwiyah Sipala (pengajar di Seni Pertunjukan IKJ), Y Argo Twikromo (antropolog), Ary Budiyanto (pengajar di FIB Universitas Brawijaya Malang), M Takari (pengajar etnomusikologi Universitas Sumatera Utara), Sjamsidar Isa (inisiator Yayasan Batik Indonesia, ikon industri mode) dan Andreas Jefri Deda (Dekan Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Papua) masuk juga dalam tim ahli ini.

Peran Pelaku Budaya Hingga Pemerintah

Hasil penetapan Tortor Sombah sebagai Warisan Takbenda oleh tim ahli PWBTI 2019 tidak lepas dari peran pelaku budaya, pelestari, para ahli, akademisi dan pemerintah Kabupaten Simalungun dan Pemprov Sumatera Utara.

Proses penetapan ini diawali dari tahapan pencatatan karya budaya, pengusulan menjadi warisan budaya, riset data, verifikasi, hingga sidang penetapan.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam sambutannya menyebut kembali “tiga kalimat sakti” dalam Trisakti yang digagas Bung Karno,. “Berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Tiga keniscayaan itu yang menjadi ruh kebangsaan dan keIndonesiaan itu selalu relevan didengungkan di setiap zaman,” papar Mendikbud pada malam apresiasi Penetapan Warisan Buaya Takbenda Indonesia 2019 di Istora Senayan, Jakarta, (8/10/2019).

Tortor Sombah Layak Jadi Warisan

Pegiat Budaya Simalungun dari Bandung, Desmanjon Purba Tondang, S.S. mengakui Tortor Sombah dari Simalungun memang layak menjadi warisan budaya takbenda Indonesia.

Menurutnya, Tortor Sombah sebuah seni pertunjukan yang elegan dan bermartabat disertai gerakan-gerakan penuh makna diiringi seperangkat alat musik Simalungun seperti gong besar (Ogung), gong kecil (mong-mongan), gondrang (gendang), dan serunai.

“Tarian ini dipersembahkan untuk penyambutan raja. Menyambut tamu kehormatan. Menyambut Tondong atau kerabat dekat dari pihak Paman,“ kata Desmanjon di Bandung, (10/10/2019).

Menurut Desmanjon, Tortor Sombah (menyembah) Simalungun ini memiliki dua gerakan utama yaitu gerakan setengah menyembah dan gerakan total menyembah.

Gerakan pertama, kata dia, saat badan penari berdiri dengan posisi kepala menunduk (unduk), telapak tangan dirapatkan serta di taruh di depan wajah yang menunduk serta badan (torso) sedikit condong (membungkuk ke depan).

Gerakan kedua, badan membungkuk total, yakni saat kedua telapak tangan rapat dan ditaruh di depan kepala serta kepala menunduk sehingga lakon yang tampak cenderung ’seolah-olah mencium’ tanah.

Gerakan Total Menyembah

Dalam gerakan total menyembah, seluruh tubuh penari mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki penari harus menunjukkan penyembahan. Maka tak jarang penari (laki-laki. Red-) Tortor Sombah bahkan bisa berguling-guling di lantai/tanah dengan dengan posisi menyembah. Gerakan inilah yang membedakan Tortor Sombah, Simalungun dengan Tor-tor Somba (minus huruf H), dari Batak Toba.

“Tortor Somba Batak Toba cenderung memiliki gerakan yang berpusat pada tangan dan jari, kaki dan telapak kaki, dan sekitar punggung dan bahu saja,“ kata mantan Sekretaris DPD GAMKI Jabar ini.

Menurutnya, gerakan total menyembah sangat jarang dilakukan jika memang tamu kehormatan itu tidak layak disembah.

Fisik Penari Harus Kuat

Apalagi, sambungnya pula, ada suasana kebathinan yang menolak untuk melakukan gerakan total menyembah itu.

Unsur kebathinan ini, ulasnya, membuat Tortor Sombah sulit dilakoni karena butuh energi fisik penari yang harus kuat.

”Tortor Sombah sering dipadukan dengan gerakan-gerakan dihar (silat ala Simalungun). Baik Tortor Sombah dan Dihar, keduanya merupakan penggabungan unsur 3-in-1, yaitu unsur langkah (Wiraga), gerakan berirama (Wirama), dan rasa kebatinan atau Gorak (Wirasa).”

“Perpaduan 3 unsur tadi disempurnakan dengan iringan seperangkat alat musik Simalungun. Kesempurnaan tarian ini sangat terasa bagi setiap orang yang melihat dan melakukannya (partisipan acara), karena sejatinya tarian adalah media komunikasi,“ jelas alumnus Universitas Padjajaran itu.

Penghargaan Besar, Harus Tetap Hidup

Dia berharap, warga Simalungun di dunia ini khususnya di Indonesia dapat benar-benar menjaga penghargaan besar yang diberikan Negara Indonesia ini untuk Tortor Sombah. Tortor Sombah Simalungun, menurutnya, harus tetap hidup dan senantiasa dilatih dan dilakoni dalam acara-acara tertentu di kalangan orang Simalungun.

“Sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan, salah satu tujuan penetapan Warisan budaya Takbenda adalah mengembangkan nilai-nilai luhur, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jatidiri bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, melestarikan warisan budaya, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat,“ tutup Desmanjon.

reporter | jeremitaran

Related posts

Leave a Comment