Dampak Stay At Home Bagi Kesehatan Mental

kebijakan pemerintah

topmetro.news – Indonesia berada dalam situasi pandemik Covid-19 sejak konfirmasi kasus pertama pada tanggal 2 Maret 2020. Berbagai kebijakan pun diterapkan oleh pihak pemerintah dalam upaya memutus mata rantai dari penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Salah satu kebijakan tersebut adalah adanya imbauan yang ditujukan kepada masyarakat untuk tetap berdiam diri d idalam rumah saja. Atau yang familiar disebut sebagai gerakan atau biasa disebut ‘stay at home’.

Menurut Rifa Aulia, mahasiswa dari UIN ar-Raniry Fakultas Ushuluddin, bahwa ‘stay at home’ atau berdiam diri di dalam rumah (tidak berpergian jika tidak urgent) secara terus-menerus, tentunya memberikan efek jenuh pada diri seorang individu. Efek jenuh tersebut pun lama kelamaan akan berimbas terciptanya kebosanan dalam diri seorang individu.

“Dilansir dari psychologytoday.com, kebosanan umumnya dipandang sebagai keadaan emosional yang tidak menyenangkan. Di mana seorang individu merasakan kurangnya minat dan kesulitan berkonsentrasi pada aktifitas saat ini. Dengan sebuah fakta mengejutkan yang menyebutkan bahwa orang dengan kepribadian extrovert cenderung lebih rentan dibandingkan dengan orang dengan kepribadian introvert,” kata Rifa. Jumat (5/6/2020).

BACA | Terapi Power of Powerless Percepat Penyembuhan Pasien Covid-19

Tekanan Stay at Home

Terlepas dari kepribadian yang dimiliki oleh seorang individu, jika mereka mengalami kebosanan maka hal tersebut perlahan-lahan akan memberi dampak bagi kesehatan mental selama pandemi Covid-19 (common reason).

“Kondisi Covid-19 yang menyebabkan harus ‘stay at home’ atau di rumah aja, memunculkan stres atau tekanan baru,” jelasnya.

Rifa menambahkan secara psikologi, teori tentang stres sederhana. Terjemahan bebasnya adalah tekanan hidup, sesuatu yang mengancam hidup. Stres itu sebut dia, ada sumbernya. Sumbernya sekarang adalah pandemik yang meluluhlantakkan kehidupan sehari-hari.

“Tekanan ini tidak hanya muncul pada orang dewasa. Namun juga anak-anak, terutama dengan banyaknya tugas yang diberikan dari pihak sekolah,” sebutnya lagi.

Dengan adanya tugas yang biasanya dikerjakan di sekolah dan saat WFH harus mengerjakan berbagai macam tugas sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan, ditambah harus online di jam yang ditentukan, membuat anak punya tekanan sendiri.

“Misalnya lagi, dampak yang terjadi pada kalangan mahasiswa yang terjadi saat ini. Salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada mahasiswa yakni faktor ekonomi. Karena di tengah pandemi ini, banyak penghasilan dalam keluarga yang hilang, yang membuat berkurangnya uang saku,” tuturnya.

Ia juga mengatakan, deadline tugas kuliah yang menumpuk menjadi tekanan yang lebih terhadap mahasiswa. “Banyak dosen yang mengartikan kuliah online untuk memberikan tugas yang menumpuk. Hal ini dapat menimbulkan gejala kecemasan pada mahasiswa,” tutupnya.

reporter | Rusid Hidayat Berutu

Related posts

Leave a Comment